Jumat, 08 September 2017

Kebijakan Fiskal pada Awal Pemerintahan Islam

Kebijakan Fiskal pada Awal Pemerintahan Islam

A.    Kebijakan Fiskal pada Masa Rasulullah Saw
Kaum Muslimin hijrah dari mekkah ke Madinah dalam kondisi tidak memiliki harta benda akibat kejahatan kaum Quraisy dan blockade terhadap kaum Muslimin, pendapatan perkapita kaum Muslimin di Makkah sebelum hijrah ke Madinah sangat rendah, karena tindakan kaum Quraisy yang melarang segala bentuk perdagangan dan hubungan ekonomi dengan kaum Muslimin.[4]
Rasulullah mengawali pembangunan Madina dengan tanpa sumber keuangan yang pasti, sementara distribusi kekayaan juga timpang. Kaum muhajirin tidak memiliki kekayaan karena mereka telah meninggalkan seluruh hartanya di makkah.[5]
Langkah-langkah pertama yang dilakukan oleh Nabi untuk meningkatkan produksi dan lapangan pekerjaan di Madinah antara lain:[6]
1.      Mendorong kaum anshar dan kaum muhajirin untuk melaksanakan muzara’ah  dan musaqat.
2.      Membagikan tanah kepada kaum muhajirin untuk membangun rumah.
3.      Membagikan tanah yang ditinggalkan Bani Nadhir pada kaum muhajirin dan dua orang fakir dari kaum Anshar.
4.      Sejak tahun ke-2 hijriyah dan setelah perang badar ketika ayat tentang khums (seperlima) dan ghana’im (rampasan) diturunkan, nabi menyisihkan seperlima harta rampasan dan membagikan sisanya yang empat perlima kepada tentara yang mengikuti peperangan.
5.      Pendirian dan pengaturan keuangan public yang merupakan temapat pengumpulan dan atau pusat pengumpulan kekayaan negara Islam yang digunakan untuk pengeluaran tertentu.
6.      Pada tahun ke-8 hijriyah turun ayat tentang zakat dan jizya. Ketika pendapatan yang diperoleh dari khums, zakat, dan jizyah dan lain-lain cukup tinggi. Nabi memerintahkan agar para pengurus baitul mall, juru dakwah dan pejabat lainnya mendapatkan gaji yang dibayarkan dari dana ini.
B.     Kebijakan Fiskal pada Masa Khulafaurrasyidin
1.      Masa Abu Bakar Ash-Shidiq
Setelah wafatnya Rasulullah saw. fungsi kekhalifaan dialihkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar terpilih sebagai khalifah dengan kondisi miskin, sebagai pedagang dengan hasil yang kurang mencukupi kebutuhan keluarganya. Pada masa Abu Bakar inilah dimulai penggajian terhadap khalifah, hal ini dilakukan agar khalifah dapat berkonsentrasi dalam mengurus negara, sehingga kebutuhan keluarga khalifah  diurus oleh kekayaan dri baitul mall.[7]
Langkah-langkah yang dilakukan Abu Bakar dalam manajemen fiskalnya adalah:[8]
a.       Perhatian terhadap keakuratan perhitungan zakat
b.      Pengembangan pembangunan baitul mall dan penanggujawab baitul mall
c.       Menerapkan konsep balance budget pada baitul mall, dimana seluruh pendapatan langsung didistribusikan tanpa ada cadangan. Sehingga saat beliau wafat hanya satu dirham yang tersisa dalam perbendaharaan negara.
d.      Melakukan penegakan hokum terhadap pihak yang tidak mau membayar zakat dan pajak kepada pemerintah.
e.       Secara praktisi Abu Bakar adalah seorang praktisi akad-akad perdagangan.
2.      Masa Umar bin Khaththab
Umar menjalankan pemerintahan setelah abu bakar hanya selama sepuluh tahun, akakn tetapi kebijakan perekonomian yang ditempuh telah memiliki dampak dan pengaruh cukup signifikan terhadap kemajuan perekonomian umat. Umar telah meletakkan dasar-dasar perekonomian yang cukup kuat dengan berdasarkan kepada keadilan dan kebersamaan. Pada masa peerintahan khalifah Umar bin Khaththab, sumber pendapatan negara bertambah dengan adanya system sewa tetap karena adanya kebijakan pemerintah yang menguasai factor-faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, dan lainnya tidak lagi menjadi milik individu.
Kebajakan yang telah dilakukan Umar pada pemerintahannya adalah:[9]
a.       Reorganisasi baitul mall, dengan menjadikan baitul mall sebagai lembaga negara resmi yang dikenal dengan al-Diwan (sebuah kantor yang ditujukan untum membayar tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pension, serta tunjangan-tunjangan lain), diamana seluruh karyawannya digaji menurut standar penggajian pada masa tersebut. Serta adanya pengeluaran dana pension bagi mereka yang bergabung dalam kemiliteran.
b.      Diberlakukannya system cadangan darurat, dimana dari sumber penerimaan yang ada tidak langsung didistribusikan seluruhya. Hal ini untuk membiayai angakatan perang dan kebutuhan darurat umat.
c.       Pemerintah bertanggungjawab terhadap kebutuhan minimum makanan dan pakaian kepada warga negaranya.
d.      Diversifikasi terhadap objek zakat, dimana diberlakukan objek yang dapat dikenakan sebagai objek zakat yang baru. Dalam bahasa fiskal saat inni biasa dikenal dengan ekstensifikasi sumber-sumber penerimaan negara.
e.       Pengembangan ushr (pajak pertanian)
f.        Undang-undang perubahan pemilikan tanah, dimana tanah-tanah yang tidak produktif dikuasai oleh negara untuk diolah oleh masyarakat dan masyarakat membayarkan kharaj atas tanah yang diolah tersebut.
3.      Masa Utsman bin Affan
Pada enam tahun pertama masa pemerintahannya, khalifah Utsman bin Affan melakukan penataan baru degngan mengikuti kebijakan Umar bin Khaththab,[10] Walaupun sejalan beriringnya waktu beberapa kebijakan umar tidak lagi dilaksanakan. Factor-faktor produksi yang selama ini dikuasai oleh negara menjadi milik individu, sehinngga hal inni banyak melahirkan tuan-tuan tanah. Dan hal ini pun mengubah system sumber pendapatan negara. Hal yang cukup baik dari pemerintahan Utsman adalah tidak mengambil upah dari kantornya, justru ia turut membantu beban pemerintah, hal ini dilakkan melihat latar belakangnya sebagai seorang pengusaha sukses ketika itu.[11]
Kebijakan Utsman yang ditempuh pada masa pemerintahannya adalah[12]:
a.       Pembangunan irigasi pengairan.
b.      Pembentukan organisasi kepolisian untuk menjaga keamanan negara terutama keamanan perdagangan.
c.       Pembangunan gedung pengadilan, guna penegakan hokum
d.      Kebijakan pembagian lahan luas milik raja Persia kepada individu dan hasilnya mengalami peningkatan daari 9 juta dirham pada masa Umar menjadi 50 juta dirham pada masa Utsman.
e.       Meningkatkan anggaran pendapatan dan kealutan serta meningkatkan dana pension serta dan pembangunan diwilayah taklukan baru.
f.        Membuat beberapa perubahan administrasi dan meningkatkan kharaj dan jizyah dari mesir


4.      Masa Ali bin Abi Thalib
Pada masa khalifa Ali bin Abi Thalib selama lima tahun, sumber pendapatan negara mengalami kendalah karena sejak awal beliau berkuasa, selalu mendapatkan eprlawanan dan bahkan banyak terjadi pemberontakan terutama dari Muawiyah. Ali memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan dan administrasi umum. Konsep ini dijelaskan dalam suratnya kepada Malik Ather bin Harith, dimana isinya mendeskripsikan tugas kewajiaban dan tanggungjawab penguasa menyusun perioritas dalam melakukan dispensasi terhadap keadilan, control terhadap pejabat tinggi dan staf, menguraikan pendapatan pegawai dan pengadaan bendahara. Secara umum beberapa kebijakan yang dilakukan pada masa masa Ali adalah[13]:
a.       Pendistribusian seluruh pendapatan yang ada pada baitul mall sama dengan kebijakan yang dilakukan pada masa Rasulullah dan Abu Bakar, tetapi berbeda dengan kebijakan Umar yang menyisihkan untuk cadangan. Pendistribusin dilakukan setiap hari kamis pada setiap minggunya.
b.      Pengeluaran angkatan laut dihilangkan karena daerah pesisir pantai dibawah penguasaan Muawiyah. Namun pengeluaran atau anggaran untuk polisi tetap dipertahankan yang bertujuan untuk menjaga keamanan negara.
Menurut sebuah riwayat, ali secara sukarela menarik diri dari daftar penerima bantuan dana dari baitul mall, bahkan menurut riwayat yang lain, Ali memberikan sumbangan sebesar 5000 dirham setiap tahun.

C.    Komponen Pendapatan dan Pengeluaran Fiskal pada Masa Awal Pemerintahan Islam
1.      Jenis Pendapatan Negara
a.       Kharaj
Kharaj merujuk kepada pendapatan yang diperoleh dari biaya sewa atas tanah pertanian dan hutan milik umat Islam. Jika tanah yang dilah atau kebun buah-buahan yang dimiliki non-Muslim jatuh ketangan orang Islam akibat kalah dalam pertempuran, asset tersebut menjadi bagian dari harta milik orang Islam. karena itu siapapun yang mengelolahnya harus membayar sewa. [14]
Jika terjadi konfrontasi antara Muslim dengan orang-orang kafir yang berakhir damai, maka mereka membuat perjanjian damai untuk menentukan apakah lahan yang diolah tetap menjadi milik orang kafir ataukah diserahkan keada Muslim.[15]
Jika tanah atau kebun buah jatuh ke tangan pasukan Muslim tanpa melalui konfrontasi ataupun pertempuran seperti terjadi pada tanah Bani Qainuqa dan Bani Nadhir pada masa pemerintahan Rasulullah, maka tanah tersebut diperlakukan sebagai barang rampasan dan berada dalam kepemilikan Rasulullah.[16]
Namun pemungutan pajak atas tanah berbeda-beda, hal tersebut disesuaikan dengan tingkat kesuburan dan jenis tanaman yang ditanam pada tanah yang dikelolah. Sedangakan lahan yang tidak dapat diolah dan tidak bias diambil manfaat darinya dibebaskan dari kharaj.
Ada sumber yang menebutkan bahwa khalifah Umar memungut pajak sebesar sepuluh dirham atas buah-buahan dan lima dirham atas alfafah. Setiap lahan yang diirigasi dengan air, baik tanah tersebut diolah ataupun tidak, pajaknya sebesar satu dirham plus satu sha’, setiap kebun kurma yang tidak diirigasi zakatnya sebesar sepersepuluh dari hasil pane; dan pada setiap kebun kurma yang diirigasi dengan saluran air adalah sebesar seperduapuluh dari hasil panen.
Pada masa pemerintahan Ali, kharaj yang dipungut atas lahan gandum yang sangat produktif sebanyak satu setengah dirham ditambah satu sha’ per jarib, lahan yang cukup produktif sebesar satu setengah dirham dan yang kurang produktif sebesar sepertiga dirham.[17]
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa pada permulaan Islam jumlah pajak tanah yang dibebankan berbeda-beda sesuai dengan kondisi lahan dan ongkos sewa. Salah satu factor yang menyebabkan kenaikan sewa adalah kesuburan dan produktivitas tanah.  Factor berikutnya adalah jarak lahan dengan kanal pada satu sisi dan dengan pasar dan kota pada sisi lainnya. Factor yang ketiga adalah produksi panen memiliki elastisitas pendapatan terhadap permintaan yang lebih besar daripada yang lainnya.[18]
b.      Zakat
Pada permulaan Islam, zakat ditarik dari seluruh pendapatan utama aktivitas ekonomi ketika itu seperti perdagangan, kerajinan, pertanian, perkebunan, dan peternakan. Pendapatan dari dua kegiatan pertama biasanya dalm bentuk uang tunai dan dapat dinilai dalam bentuk dinar dan dirham.
Zakat emas dan perak ditentukan bedasarkan beratnya, binatang ternak ditentukan berdasarkan jumlahnya, dan barang dagangan, bahan tambang, danluqta ditentukan berdasarkan nilainya serta zakat hasil pertanian dan buah-buahan ditentukan berdasarkan kuantitasnya.[19]
1)      Zakat Dinar dan Dirham
Nisab zakat dinar dan dirham masing-masing 20 dinar dan 200 dirham. Dengan demikian pendapatan yang kurang dari ukuran tersebut dibebaskan dari zakat. Zakat yang dikeluarkan adalah 1/40 atau 2,5 dari jumlah nisab.[20]
2)      Zakat Hasil Pertanian
Hasil pertanian yang dikenakan zakat anata lain gandum (makanan pokok), barley (jelai), kismis dan kurma. Ketentuan-ketentuan dalam perhitungan zakat sebagai berikut:[21]
-            Jumlah hasil panen yang kurang dari  lima wasaq, atau setara dengan 847 kg tidak dikenakan zakat.
-          Zakat tidak dihitung dari penghasilan kotor.
-          Zakat hasil panen yang didapat dari lahan yang bergantung pada hujan adalah 10%. Jika petani mendapatkan air dengan cara irigasi, zakatnya dikurangi menjadi 5%.


3)      Zakat Ternak[22]
-          Zakat Domba
Jika jumlah domba yang dimiliki lebih dari 40 dan kurang dari 121 maka zakatnya 1 domba dan jika jumlah domba sudah mencapai 400 ekor setiap penambahan 100 domba, dikenakan zakat 1 domba. Zakat domba dapat dilihat dalam table berikut:
Jumlah min. domba
1-39
40-120
121-300
301-399
400-499
500-599
600-699
700-799
Besar Zakat
0
1
2
3
4
5
6
7

-          Zakat Sapi
Jumlah sapi antara 1-29 ekor bebas zakat, jumlah sapi antara 30-39, zakatnya satu anak sapi jantan berusia 2 tahun. Jika jumlahnya 40-59 maka zakatnya 1 anak sapi betina 3 tahun.
-          Zakat Unta
Pemilik peternakan unta yang memiliki kurang dari 4 unta tidak dipungut zakat. Namun, jika sudah mencapai 5 unta, ia harus membayar zakat 1 domba. Jika jumlahnya 10, 15, 20, atau 25, zakatnya berturut-turut 2, 3, 4, 5. Jika jumlahnya mencapai 26 zakatnya 1 unta 2 tahun. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulakan bahwa zakat unta ditentukan dalam usia 2, 3 4, dan 5 tahun unta.  Nilainya diperkirakan x,y,z, dan w unit unta. Rincian zakat unta dapat dilihat pada table berikut:
Jumlah Unta
Besar Zakat

Jumlah Unta
Besar Zakat
1-4
0
76
2y
5
1 domba
91
2z
10
2 domba
121
3y
15
3 domba
140
2z + y
20
4 domba
150
3z
25
5 domba
160
4
26
x=1 2th unta
170
3y + z
36
y=1 3th unta
180
2z + 2y
46
z=1 4th unta
190
3z + y
61
w=1 5th unta
200
5y + 4z
Ket. Nilai tiap unta sama dengan 10 domba
4)      Ghanimah dan Khums[23]
Ghanimah merupakan jenis barang bergerak, yang bisa dipindahkan, diperoleh dalam peperangan melawan musuh. Anggota pasukan akan mendapatkan bagian sebesar empat perlima. Al-Qur'an telah mengatur hal ini secara jelas, "Katakanlah sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang (ghanimah), maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kamu turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di Hari (Furqan), yaitu hari bertemunya dua pasukan".(Q.S. Al-Anfal, ayat 41).
Ghanimah merupakan sumber yang berarti bagi negara Islam waktu itu, karena masa itu sering terjadi perang suci. Perintah persoalan ghanimah turun setelah Perang Badar, pada tahun kedua setelah Hijrah ke Madinah.
Ghanimah merupakan pendapatan negara yang didapat dari kemenangan perang. Penggunaan uang yang berasal dari ghanimah ini, ada ketentuannya dalam Al-Qur'an. Distribusi ghanimah empat perlimanya diberikan kepada para prajurit yang bertempur (mujahidin), sementara seperlimanya adalah khums. jadi, Khums adalah satu seperlima bagian dari pendapatan (ghanimah) akibat dari ekspedisi militer yang dibenarkan oleh syariah, dan kemudian pos penerimaan ini dapat digunakan negara untuk program pembangunannya.
5)      Jizyah
Pada masa Rasulullah s.a.w. besarnya jizyah satu dinar pertahun untuk orang dewasa yang mampu membayarnya. Perempuan, anak-anak, pengemis, pendeta, orang tua, penderita sakit jiwa dan semua yang menderita penyakit dibebaskan dari kewajiban ini. Di antara ahli kitab yang harus membayar pajak sejauh yang diketahui adalah orang-orang Najran yang beragama Kristen pada Tahun keenam setelah Hijriyah. Orang-orang Ailah, Adhruh dan Adhriat membayarnya pada perang Tabuk. Pembayarannya tidak harus berupa uang tunai, tetapi dapat juga berupa barang atau jasa sepeti yang disebutkan Baladhuri dalam kitabnya Fhutuh al-Buldan, ketika menjelaskan pernyataan lengkap perjanjian Rasulullah s.a.w dengan orang-orang Najran yang dengan jelas dikatakan: “......Setelah dinilai, dua ribu pakaian/garmen masing-masing bernilai satu aukiyah, seribu garmen dikirim pada bulan Rajab tiap tahun, seribu lagi pada bulan Safar tiap tahun. Tiap garmen berniali satu aukiyah, jadi bila ada yang bernilai lebih atau kurang dari satu aukiyah, kelebihan atau kekurangannya itu substitusi garmen harus diperhitungkan.[24]
6)      Usyr
Usyr yaitu bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang, dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Tingakt bea orang-orang yang dilindungi adalah 5% dan pedagang Muslim 2,5%. Hal ini juga terjadi di Arab sebelum masa Islam, terutama di Makkah sebagai pusat perdagangan regional terbesar.[25]



7)      Pemasukan lainnya
Sumber pemasukan lainnya adalh kafarat atau denda yang dikenakan kepada seorang Muslim ketika melakukan pelanggaran. Denda dibayar dalam bentuk tunai atau bentuk lain.
2.      Jenis Pengeluaran Negara pada Awal Pemerintahan Islam[26]
a.       Penyebaran Islam
Setiap kali berhasil menaklukkan suatu wilayah, Rasulullah saw. memilih seorang pejabat untuk mengajarkan Al-Qur’an di wilayah tersebut. Sebagai contoh, setelah menaklukkan makkah, Rasulullah memilih ‘Attab bin Osayd sebagai gubernur makkah Mu’adz sebagai pengajar aqidah dan hokum Islam.
Selama memimpin kaum Muslimin, Rasulullah mengirim banyak sahabat ke berbagai negara untuk mengajak pemimpin serta masyarakatnya menerima Islam. jumlah duta Rasulullah saw. Itu seluruhnya 26 orang. Mereka berangkat ketempat tujuan dakwah mereka dengan dana sendiri, terkadng dibiayai oleh baitul mall. Pada tahun-tahun setelah hijrah berikutnya, ketika dana baitul mall semakin banyak dan perjalanan yang harus ditempuh semakin jauh, biaya perjalanan serta gaji para utusan diambil dari dana baitul mall.
b.      Gerakan pendidikan dan kebudayaan
Rasulullah memberi perhatian besar terhadap pengajaran dan pendidikan bagi setiap Muslim dan memanfaatkan setiap sumber daya untuk membuat mereka melek huruf. Sebagai contoh Rasulullah mengatakan kepada sepuluh tawanan perang Badar bahwa jika telah mengajarkan sepuluh pemudah Anshar membaca dan menulis, mereka akan dibebaskan. Selain itu Rasulullah memerintahkan Zayd bin Tsabit yan gtelah diajarkan membaca dan menulis oleh seorang tawanan perang Badr untuk mempelajari bahasa Yunani.
Selain itu, disamping mengirimkan juru dakwah serta mengangkat hakim dan pengajar, Rasulullah saw. juga memberi perhatian yang besar terhadap pembangunan masjid yang diguanakan sebagai tempat shalat berjamaan disamping sebagai tempat bermusyawarah, konsultasi dan mengambil keputusan, serta tempat pendistribusian dana baitul mall.
c.       Pengmebangan Ilmu pengetahuan
Pada masa Rasulullah  dan khalifah yang empat, para ualam, ahli kedokteran, dan orang-rang yang dapat menulis memperoleh penghargaan dan dimanfaatkan untuk menyebarkan ilmu pengetahuan. Diantaran Ilmu pengetahuan yang yang menyentuh kehidupan dunia Islam pada masa pemerintahan  Umar ibn Al-Khaththab adalah ilmu manajemen yang mengatur masalah akuntansi dan fiskal baitul mall.
d.      Pembangunan Infrastruktur
Rasulullah sangat memperhatikan pembangunan infrastruktur, misalnya pembangunan kamar mandi di sudut kota atas saran seorang sahabat. Menentukan tempat yang berfungsi sebagai pasar di kota madinah. Dan juga memberika perhatian khusu terhadap perluasan komunikasi antara penduduk sehingga jala-jalan yan gsempit serta batas kota dihapuskan.
Umar ibn Al-Khaththab juga memberika perhatian yang besar tehadap pembangunan infrastruktur. Misalnya pembangunan kota Kufah dan Basrah atas perintahnya disamping itu ia memberikan perhatian  khusus terhadap jalan-jaan raya, pelebaran jalan, dan meletakkan pembangunan Masjid di ibu kota.
Perhatian pemerintah pada masa awal pemerintahan Islam terhadap pembangunan infrastruktur sangan besar, muali dari pembangunan pemukiman, pelebaran jalan, pembangunan jembata dan berbagai prasaran umum lainnya.
e.       Pembangunan Armada Perang dan Keamanan
Selama sebelas tahumn memimpin kaum mulimin, Rasulullah saw. terlibat dalam banyakk pertempran. Jika diasumsikan peperangan yang terjadi adalah 26 ghazwah (sebutan peperangan yang diikuti oleh Rasulullah) dan 36 Sariyah (sebutan perang yang tidak diikuti oleh Rasulullah) berarti secara keseluruhan terjadi 62 peperangan.
Salah satu sumber persediaan senjata kaum Muslimin adalah harta rampasan perang. Setelah perang badar, perintah tentang pembagian harta rampasan perang turun. Dengan membagi harta rampasan perang kepada kaum Muslimin atau menjual sebagian untuk membeli perlengkapan yang dibutuhkan untuk menghadapi perang berikutnya. Dari rampasan perang yang diperoleh dari bani Nadir, Rasulullah mempunya bagian yang cukup untuk cadangan selama satu tahun dan Rasulullah memerintahkan bagian itu dibelikan kuda dan senjata. Dan setelah mengalahkan bani Quraizhah Rasulullah mengirim sejumlah tawanan perang ke Najd dan menerima tebusan yang kemudian digunakan untuk membeli kuda dan senjata. Selain itu kadangakala Rasulullah meminjam senjata bahkan dari non-Muslim.
Metode yang lain yang digunakan Rasulullah dalam membiayai perang adalah dengan mengumpulkan infaq dari para sahabat. Bahkan dalam perang tertentu misalnya perang tabuk, diperlukan bantuan keuangan dari kaum Muslimin yang kaya. Semua ini dilakukan dengan kerelaan yang tinggi, bahkan para wanita melepas perhiasan mereka. Orang-orang miskin juga memberikan apa yang mereka bias berikan.
Seperlima harta rampasan perang yang diambil dari setiap peperangan merupakan sumber dana baitul mall yang terpenting yang terutama digunakan untuk memperkuat pengembangan pasukan kaum Muslimin. Selebihnya rampasan perang dibaigkan kepada semua yang ikut perang yan gdibutuhkan. Kadang kala Rasulullah juga meminjam senjata yang dibutuhkan. Metode terakhir merupakan satu kebijakan yang kreatif untuk membiayai dana dan kebutuhan perang yang dapat dilihat sebagai satu kebijakan fiskal khusus yang diambil Rasulullah.
f.        Penyediaan Layanan Kesejahteraan Sosial
Nisab atau pendapatan minimal setiap penduduk baik Muslim maupun non-Muslim dijamin negara. Tingkat pendapatan ini dicapai dengan mensinergikan kapabilitas produksi dengan parisifasi kerja. Dalam kondisi keterbatasan kapabilitas, kekurangan seseorang ditutupi oleh khums, zakat dan kharaj. Masing-masing dana ini dirancang untuk pengeluaran khusus. Khums dipergunakan untuk penyebaran agama Islam dan persediaan perang, disamping untuk menjamin pemenuhan kebutuhan yang berpendapatan di bawah batas minimal, gaji pengumpul zakat diambil dari dana zakat. Setelah menutupi seluruh pengeluaran baitul mal. Kharaj dibagikan kepada setiap Muslim. Jelasnya pengeluaran besar dan terpenting atas setiap peerimaan yang disebutkan di atas adalah untuk menjamin kesejahteraan serta penyediaan pelayanan publik.


Kesimpulan
Pada awal hijrah kaum Muhajirin tidak memiliki harta benda karena mereka telah meninggalkannya di Makkah, sumber keuangan tidak pasti, dan distribusi kekayaan juga masih timpang. Sehingg langkah yang ditempuh oleh Rasulullah yaitu mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar sehingga dengan sendirinya terjadi resdistribusi kekayaan. Berangkat dari situlah kemudian kebijakan-kebijakan berikutnya muncul sampai pada turunnya ayat yang mengetur harta rampasan perang dan sebagainya.
Sedangkan pada masa khulafaurrasyidin dimana khalifah pertama yaitu Abu Bakar pada dasarnya melanjutkan kebijakan yang telah dijalankan oleh Rasulullah namun beberapa kebijakan-kebijakan baru yang tentunya didasarkan pada kondisi perekonomian ketika itu, pada masa ini kebijakan menyangkut penggajian terhadap aparat negara diberlakukan. Sedangkan pada masa khalifah Umar melakukan banyak inovasi dalam perekonomian. Misanya menghadiahkan tanah kepada masyarakat yang bersiap untuk menggarapnya tetapi berada dalam pengawasa untuk melihat kinerja pengelolahnya. Membangun saluran irigasi, mengurangi beban pajak guna menciptakan perekonomian sehat dan juga untuk memperlancar pemasukan bahan makanan masuk ke madinah. Selanjutnya pada masa kepemimpinan Utsman pada separuh kepemimpinannya beliu melanjutkan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Umar namun diantara kebijakan yang berbeda adalah hak kepemilikan pemerintah atas tanah-tanah garapan dialihkan semua menjadi kepemilikan pribadi, sehingga muncul banyak tuan-tuan tanah, namun demikian Utsman tidak pernah mengambil harta/gaji dari baitul mall.Selanjutnya pada masa khalifah Ali yang mana dihadapkan pada berbagai konflik akan tetapi beliau tetap menjalankan kebijakan-kebijakan perekonomiannya, Ali dikenal sangant ketat dalam menjalankan keuangan negara, bahkan secara sukarela menarik diri dari daftar penerima tunjangan dan bahkan memberikan 5000 dirham setiap tahunnya. Dan yang paling berkesan pada masa Ali lah pertama kali dilakukan percetakan uang atas nama pemerintahan Islam.
Komponen-komponen fiscal pada masa awal pemerintahan dikategorikan dalam dua bagian yaitu komponen pendapatan negara yang terdiri dari: kharaj, zakat, ghanimah dank khums, jizyah, usyr, dan sebagainya. Adapun yang masuk dalam komponen pengeluaran lebih diarahkan kepada pembiayaan untuk penyebaran agama, gerakan pendidikan dan kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan, pembangunan infrastruktur, pembangunan armada perang dan keamanan, dan juga kesejahtraan sosial
B.      Saran
Kami menyadari banyaknya kesalahan dalam makalah ini sehingga kami mengharapkan saran dan masukan yang sifatnya membangun. Selain itu kami mengharapkan akan terbitnya buku yang khusus membahas tafsir ayat-ayat ekonomi agar lebih memudahkan dalam pencarian literature yang terkait


 DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim
Ali, Syekh Ameer, A Short History of Saracens, London: MacMillan, 1994 dalam P3EI UII, Ekonomi Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2008
Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Depok: Gramata Publishing dalam Muhammad Nurhana Amir, Sumber-Sumber Pendapatan Negara dalam Islam, http://chevalierdekautsar.blogspot.co.id. Diakses 13 Oktober 2016
Amir, Muhammad Nurhana, Sumber-Sumber Pendapatan Negara dalam Islam, http://chevalierdekautsar.blogspot.co.id. Diakses 13 Oktober 2016
Arif, M. Nur Rianto Al-, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, Solo: PT.Era Adicitra Intermedia, 2011
Hisyam, Abdullah bin Yusuf Ibn, Life of Muhammad, The Prophet of Islam, Tahren: The Islamic Bookstore, t.t., dalam Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2004
Huda, Nurul, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis, Jakarta: Kencana, 2008
Istanto, Ahmad, Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam, http://syariah99.blogspot.co.id, diakses pada 09 Oktober 2016
Karim, Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2004
P3EI UII, Ekonomi Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2008



 



[1] Ahmad Istanto, Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam, http://syariah99.blogspot.co.id, diakses pada 09 Oktober 2016
[2] M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, (Solo: PT.Era Adicitra Intermedia, 2011). h. 223
[3] Lihat: Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis, (Jakarta: Kencana, 2008). h.162
[4] Lihat Abdullah bin Yusuf Ibn Hisyam, Life of Muhammad, The Prophet of Islam, (Tahren: The Islamic Bookstore, t.t.,),Vol.2. h.220 dalam Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2004). h.93
[5] P3EI UII, Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2008). h.98
[6] Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. h.96-98
[7] Lihat: Syekh Ameer Ali, A Short History of SSaracens, (London: MacMillan, 1994). h. 27 dalm P3EI UII, Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2008). H.101
[8] Lihat: Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis, h. 163 dalam M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, h. 233

[9] Lihat: Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis, h. 164 dalam M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, h. 234
[10] Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. h.79
[11] M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, h. 235
[12] Lihat: Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis, h. 164 dalam M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, h. 235
[13] Lihat: Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis, h. 165 dalam M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, h. 236
[14] Lihat Abdullah bin Yusuf Ibn Hisyam, Life of Muhammad, The Prophet of Islam, h.231 dalam Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h.105-106
[15] Lihat: Ali bin Muhammad al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, (Kairo: maktabah al-Taufiqiyyah, t.t.). h.167 dalam Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h.106
[16] Lihat: QS. Al-Anfal: 1 dan 59: 6-7
[17] Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h.110
[18] Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h.110
[19] Ahmad Istanto, Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam, http://syariah99.blogspot.co.id, diakses pada 09 Oktober 2016
[20] Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h.113
[21] Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h.115-118
[22] Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h.118-125
[23] Lihat: Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok: Gramata Publishing). h. 119 dalam Muhammad Nurhana Amir, Sumber-Sumber Pendapatan Negara dalam Islam, http://chevalierdekautsar.blogspot.co.id. Diakses 13 Oktober 2016

[24] Ahmad Istanto, Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam, http://syariah99.blogspot.co.id, diakses pada 09 Oktober 2016
[25] Muhammad Nurhana Amir, Sumber-Sumber Pendapatan Negara dalam Islam, http://chevalierdekautsar.blogspot.co.id. Diakses 13 Oktober 2016
[26] Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h.118-125