A.
Pengertian Pegadaian
Perusahaan
umum pengadaian adalah satu – satunya badan usaha di Indonesia yang secara
resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa
pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.
Tugas pokoknya adalah memberikan pinjaman kepada msyarakat atas dasar hukum
gadai agar masyarakat tidak dirugikan oleh kegiatan lembaga keuangan informal
yang cenderung memanfaatkan kebutuhan dana mendesak dari masyarakat.
Menurut
Kitab Undang – Undang Hukum Perdata pasal 1150, gadai adalah suatu hak yang
diperoleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh
seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang
mempunyai utang. Seseorang yang berpiutang tersebut memberikan kekuasaan yang
telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berpiutang tidak dapat
memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
Arti harfiah gadai adalah tetap, kekal, dan jaminan. Gadai dalam istilah
hukum positif Indonesia adalah apa yang disebut dengan barang jaminan, agunan,
dan tanggungan. Gadai dalam fiqh disebut rahn, yang menurut bahasa
adalah nama barang yang dijadikan sebagai jaminan kepercayaan. Sedangkan
menurut syara’ artinya menyandera sejumlah harta yang
diserahkan sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai
tebusan.
Jadi rahn adalah menjamin utang dengan barang, di mana
utang dimungkinkan bisa dibayar dengannya, atau dari hasil penjualannya.Rahn juga
dapat diartikan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan
demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali
seluruh atau sebagian piutangnya.
Pegadaian syariah sebagai lembaga keuangan alternatif bagi masyarkat guna
menetapkan pilihan dalam pembiayaan. Biasanya masyarakat yang berhubungan
dengan pegadaian adalah masyarakat menengah ke bawah yang membutuhkan
pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Oleh
karena itu, barang jaminan pegadaian dari masyarakat ini memiliki karakteristik
barang sehari – hari yang mempunyai nilai.
Sedangkan Gadai dalam
fiqh disebut rahn, yang menurut bahasa adalah nama barang yang dijadikan
sebagai jaminan kepercayaan. Sedangkan menurut syara’ artinya menyandera sejumlah
harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil sebagai
tebusan, Sedangkan secara umum pengertian usaha gadai adalah dengan lembaga
gadai. kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna
memperoleh sejumlah uang dan barang yang dijaminkan akan ditebus kembali sesuai
dengan perjanjian antara nasabah.
B.
Manfaat dan Tujuan Pegadaian Syari’ah
Sifat usaha pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan bagi
kemanfaatan masyarakat umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan
prinsip pengelolaan yang baik. Oleh karena itu Perum Pegadaian bertujuan
sebagai berikut :
- Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pembiayaan/pinjaman atas dasar hokum gadai.
- Pencegahan praktik ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar lainnya.
- Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syariah memiliki efek jaring pengaman social karena masyarakat yang butuh dana mendesak tidak lagi dijerat pinjaman/pembiayaan berbasis bunga.
- Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat mudah.
Adapun manfaat pegadaian antara lain :
- Bagi nasabah : tersedianya dana dengan prosedur yang relative lebih sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan pembiayaan/kredit perbankan. Di samping itu, nasabah juga mendapat manfaat penaksiran nilai suatu barang bergerak secara professional. Mendapatkan fasilitas penitipan barang bergerak yang aman dan dapat dipercaya.
- Bagi perusahaan pegadaian :
a.
Penghasilan yang bersumber dari sewa
modal yang dibayarkan oleh peminjam dana.
b.
Penghasilan yang bersumber dari
ongkos yang dibayarkan oleh nasabah memperoleh jasa tertentu. Bagi bank syariah
yang mengeluarkan produk gadai syariah dapat mendapat keuntungan dari
pembebanan biaya administrasi dan biaya sewa tempat penyimpanan emas.
c.
Pelaksanaan misi perum pegadaian
sebagai BUMN yang bergerak di bidang pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada
masyarakat yang memerlukan dana dengan prosedur yang relative sederhana.
d.
Berdasarkan PP No. 10 Tahun 1990,
Laba yang diperoleh digunakan untuk :
1)
Dana pembangunan semesta (55%)
2)
Cadangan umum (20%)
3)
Cadangan tujuan (5%)
4)
Dana social (20%)
C.
Mekanisme Pegadaian Syari’ah
Implementasi operasi Pegadaian
Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian konvensional. Seperti halnya
Pegadaian konvensional, Pegadaian Syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan
jaminan barang bergerak. Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat
sederhana, masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas diri dan barang
bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak
relatif lama (kurang lebih 15 menit saja). Begitupun untuk melunasi pinjaman,
nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti Rahn saja dengan
waktu proses yang juga singkat.
Di samping beberapa kemiripan dari
beberapa segi, jika ditinjau dari aspek landasan konsep; teknik transaksi; dan
pendanaan, Pegadaian Syariah memilki ciri tersendiri yang implementasinya sangat
berbeda dengan Pegadaian konvensional.
Mekanisme operasional pegadaian
syariah merupakan implementasi dari konsep dasar Rahn yang telah ditetapkan
oleh para ulama fiqh. Secara teknis, pelaksanaan atau kegiatan pegadaian
syariah adalah:
1.
Jenis barang yang digadaikan
2.
Perhiasan: emas, perak, mutiara,
intan dan sejenisnya.
3.
Peralatan rumah tangga: perlengkapan
dapur, perlengkapan makan/minum, perlengkaan bertanam, dan sebagainya.
4.
Biaya Kendaraam: sepeda ontel,
sepeda motor, mobil, dan sebagainya. Biaya-biaya
yang dikenakan dalam pegadaian syariah meliputi biaya administrasi dan biaya
penyimpanan barang gadai.
Penerapan mekanisme dalam
pegadaian syari’ah bebeda sesuai dengan jenis-jenis gadainya. Berikut disajikan
beberapa mekanisme dalam pegadaian:
1.
Produk
Gadai (Ar-Rahn)
Untuk mengajukan permohonan permintaan gadai, calon
nasabah harus terlebih dahulu memenuhi ketentuan berikut :
a. Membawa fotokopi KTP
atau identitas lainnya (SIM, Paspor, dan lain-lain)
b. Mengisi formulir
permintaan rahn
c. Menyerahkan barang jaminan
(marhun) bergerak, seperti :
-
Perhiasan emas, berlian.
-
Kendaraan bermotor
-
Barang-barang elektronik.
Prosedur pemberian pinjaman (marhun bih) dilakukan
melalui tahapan berikut :
a. Nasabah mengisi
formulir permintaan rahn.
b. Nasabah menyerahkan
formulir permintaan yang difotokopi; identitas serta barang jaminan ke loket.
c. Petugas pegadaian
menaksir (marhun) agunan yang diserahkan.
d. Besarnya
pinjaman/marhun bih adalah sebesar 90% dari taksiran marhun.
e. Apabila disepakati
besarnya pinjaman, nasabah menandatangani akad dan menerima uang pinjaman
2.
Produk ARRUM
Untuk memperoleh pembiayaan melalui produk ARRUM
ini, calon nasabah harus memenuhi beberapa persyaratan :
a.
Calon nasabah merupakan mikro kecil di mana
usahanya telah berjalan minimal 1 tahun.
b.
Memiliki kendaraan bermotor (mobil/motor)
sebagai agunan pembiayaan.
c.
Calon nasabah harus melampirkan :
-
Fotokopi KTP dan kartu keluarga.
-
Fotokopi KTP suami/isteri
-
Fotokopi surat nikah
-
Fotokopi dokumen usaha yang sah (bagi
pengusaha informal cukup menyerahkan surat keterangan usaha dari kelurahan atau
dinas terkait)
-
Asli BPKB kendaraan bermotor
-
Fotokopi rekening koran/tabungan (jika ada)
-
Fotokopi pembayaran listrik atau telepon
-
Fotokopi pembayaran PBB
-
Fotokopi laporan keuangan usaha.
-
Memenuhi kriteria kelayakan usaha.
Apabila persyaratan di atas telah terpenuhi, maka proses memperoleh
pembiayaan ARRUM selanjutnya dapat dilakukan dengan :
a.
Mengisi formulir aplikasi pembiayaan ARRUM
b.
Melampirkan dokumen-dokumen usaha, agunan,
serta dokumen pendukung lainnya yang terkait.
c.
Petugas pegadaian memeriksa keabsahan
dokumen-dokumen yang dialmpirkan
d.
Petugas pegadaian melakukan survei analisis
kelayakan usaha serta mnaksir agunan.
e.
Penandatanganan akad pembiayaan
f.
Pencairan pembiayaan
3.
Produk Gadai Emas di Bank Syari’ah
Bagi calon nasabah yang ingin mengajukan prmohonan dapat menandatangani
bank-bank syari’ah yng menyediakan fasilitas pembiayaan gadai emas dengan
memenuhi syarat sebagai berikut :
a.
Identitas diri KTP/SIM yang masih berlaku
b.
Perorangan WNI
c.
Cakap secara hokum
d.
Mempunyai rekening giro atau tabunagn di
bank syari’ah tersebut
e.
Menyanpaikan NPWP (untuk pembiayaan sesuai
dengan aturan yang berlaku)
f.
Adanya barang jaminan berupa emas. Bentuk
dapat emas batangan, emas perhiasan atau emas koin dengan kemurnian minimal 18
karat atau kadar emas 75%. Sedangkan jenisnya adalah emas merah dan kuning.
g.
Memberikan keterangan yang diperluakn dengan
benar mengenai alamat, data penghasilan atau data lainnya.
h.
Selanjutnya pihak bank syari’ah akan
melakukan analisis pinjaman yang meliputi :
-
Petugas bank memeriksa kelengkapan dan
kebenaran syarat-syarat calon pemohon peminajm
-
Penaksir melakukan analisis terdapat data
pemohon, kaslian,dan karatese jaminan brupa emas, sumber peengembalian
pinjaman, penamilan atau tingkah laku calon nasabah yang mencurigakan.
-
Jika menurut analisis, pemohon layak maka
bank akan menerbitkan pinjaman (qardh) dengan gadai emas. Jumlah pinjaman
disesuaikan dengan kebutuhan nasabah dengan maksimal pinjaman sebesar 80% dari
taksiran emas yang disesuaikan dengan standar emas.
-
Realisasi pinjaman dapat dicairkan setlah
akad pinjaman (qardh) sesuai dengan ketentuan bank.
-
Nasabah dikenakan biaya administrasi, biaya
sewadari jumlah pinjaman.
-
Pelunasan dilakukan sekaligus pada saat
jatuh tempo
Apabila sampai
dengan waktu yang ditetapkan nasabah tidak dapat melunasi dan proses
kolektibilitas tidak dapat dilakukan, maka jaminan dijual di bawah tangan
dengan ketentuan :
a.
Nasabah tidak dapat melunasi pinjaman sejak
tanggal jatuh tempo pinjaman dan tidak diperbaharui
b.
Diupayakan sepengetahuan nasabah dan kepada
nasabah diberikan kesempatan untuk mencari calon pemilik. Apabila tidak dapat
dilakukan, maka bank menjual berdasarkan harga tertinggi dan wajar
(karyawan bank tidak diperkenankan memliki agunan tersebut)
Dalam proses pelelangan
juga meiliki prosedur tersendiri sebagai berikut:
Prosedur
pelelangan barang gadai dalam pegadaian syari’ah berdasarkan Fatwa Dewan
Syariah Nasional No: 25/DSN-MUI/III/2002 bagian Kedua Butir 5 :
a.
Apabila telah jatuh tempo, Murtahin
(Pegadaian Syariah) harus memperingatkan Rahin (nasabah) untuk segera melunasi
hutangnya.
b.
Apabila Rahin tetap tidak dapat
melunasi hutangnya, maka Marhun dijual paksa / dieksekusi melalui lelang sesuai
syariah.
c.
Hasil penjualan Marhun digunakan
untuk melunasi hutang , biaya pemeliharaan dan penyimpanan (Jasa simpan-pen)
yang belum dibayar serta biaya penjualan (Bea Lelang Pembeli, Bea Lelang
Penjual dan Dana Sosial- pen ).
d.
Kelebihan hasil penjualan menjadi
milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin
Adapun praktik penawaran barang di atas penawaran orang lain – sebagaimana
dilarang oleh Nabi S.A.W. dalam hadits di atas – tidak dapad dikategorikan
dalam jual-beli lelang ini sebagaimana dikemukakan oleh Az-Zaila’i dalam Tabyin
Al-Haqaiq(IV/67).
Lebih jelasnya, praktik penawaran sesuatu yang sudah ditawar orang lain dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori: Pertama, bila terdapat pernyataan eksplisit dari penjual persetujuan harga dari salah satu penawar, maka tidak diperkenankan bagi orang lain untuk menawarnya tanpa seijin penawar yang disetujui tawarannya. Kedua: bila tidak ada indikasi persetujuan maupun penolakan tawaran dari penjual,maka tidak ada larangan syariat bagi orang lain untuk menawarnya maupun menaikkan tawaran pertama. Kasus ini dianalogikan dari hadist Fathimah binti Qais ketika melaporkan kepada Nabi, bahwa Mu’awiyah dan Abu Jahm telah meminangnya, maka karena tidak ada indikasi persetujuan darinya terhadap pinangan tersebut, beliu menawarkan padanya untuk menikah dengan Usamah bin zaid. Ketiga: bila ada indikasi persetujuan dari penjual terhadap suatu penawaran meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit, maka menurut Ibnu Qudamah tetap tidak diperkenankan untuk ditawar orang lain.
Lebih jelasnya, praktik penawaran sesuatu yang sudah ditawar orang lain dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori: Pertama, bila terdapat pernyataan eksplisit dari penjual persetujuan harga dari salah satu penawar, maka tidak diperkenankan bagi orang lain untuk menawarnya tanpa seijin penawar yang disetujui tawarannya. Kedua: bila tidak ada indikasi persetujuan maupun penolakan tawaran dari penjual,maka tidak ada larangan syariat bagi orang lain untuk menawarnya maupun menaikkan tawaran pertama. Kasus ini dianalogikan dari hadist Fathimah binti Qais ketika melaporkan kepada Nabi, bahwa Mu’awiyah dan Abu Jahm telah meminangnya, maka karena tidak ada indikasi persetujuan darinya terhadap pinangan tersebut, beliu menawarkan padanya untuk menikah dengan Usamah bin zaid. Ketiga: bila ada indikasi persetujuan dari penjual terhadap suatu penawaran meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit, maka menurut Ibnu Qudamah tetap tidak diperkenankan untuk ditawar orang lain.
Namun untuk mencegah adanya penyimpangan syariah dan pelanggaran hak, norma
dan etika dalam praktik lelang, Syariat Islam memberikan panduan dan kriteria
umum sebagai pedoman pokok yaitu diantaranya:
a.
Transaksi dilakukan oleh pihak yang
cakap hukum atas dasar saling sukarela (‘an taradhin).
b.
Objek lelang harus halal dan
bermanfaat.
c.
Kepemilikan / Kuasa Penuh pada
barang yang dijual
d.
Kejelasan dan transparansi barang
yang dilelang tanpa adanya manipulasi.
e.
Kesanggupan penyerahan barang dari
penjual,
f.
Kejelasan dan kepastian harga yang
disepakati tanpa berpotensi menimbulkan perselisihan.
g.
Tidak menggunakan cara yang menjurus
kepada kolusi dan suap untuk memenangkan tawaran.
Segala bentuk rekayasa curang untuk mengeruk keuntungan tidak sah dalam
praktik lelang dikategorikan para ulama dalam praktik najasy (komplotan/trik
kotor lelang), yang diharamkan Nabi SAW (HR, Bukhari dan Muslim), atau juga
dapat dimasukkan dalam kategori Risywah (sogok) bila penjual atau pembeli
menggunakan uang, fasilitas ataupun servis untuk memenangkan lelang yang
sebenarnya tidak memenuhi kriteria yang dikehendaki.