Prinsip-Prinsif Operasional Bank Syari’ah
Visi perbankan Islam
umumnya adalah menjadi wadah terpercaya bagi masyarakat yang ingin melakukan
investasi dengan sistem bagi hasil secara adil dan sesuai prinsip
syari’ah.Memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak dan memberikan maslahat bagi
masyarakat luas adalah misi utama perbankan Islam. Untuk mewujudkan visi
tersebut maka setiap kelembagaan keuangan syari’ah akan menerapkan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut. (Wirdyahningsih, 2005: 15)
a. Menjauhkan
Diri dari Kemungkinan Adanya Unsur Riba
1) Menghindari
penggunaan sistem yang menetapkan di muka suatu hasil usaha, seperti menetapkan
bunga simpanan atau bunga pinjaman yang dilakukan pada bank konvensional. Mengapa?
Periksa QS. Luqman (31): 34. Intinya: Hanya Allah Subhanahu Wata’ala sajalah yang akan mengetahui apa yang akan
terjadi esok.
2) Menghindari
penggunaan sistem persentase biaya terhadap utang atau imbalan terhadap
simpanan yang mengandung unsur melipat gandakan secara otomatis utang/simpanan
tersebut hanya karena berjalannya waktu. Mengapa? Periksa QS. Ali-Imran (3):
130. Intinya: Allah SWT. Melarang memakan riba berlipat ganda.
3) Menghindari
penggunaan sistem perdagangan/ penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang
ribawi lainnya (barang yang sama dan sejenis, seperti uang rupiah dengan uang
rupiah yang masih berlaku) dengan memperolah kelebihan baik kuantitas maupun
kualitas. Mengapa? Periksa Hadits Shahih
Muslim Bab Riba nomor 1551 hingga 1567. Intinya: memperdagangkan/menyewakan
barang ribawi dengan imbalan barang yang sama dan sejenis dalam jumlah atau
kualitas yang lebih adalah hukumnya riba.
4) Menghindari
penggunaan sistem yang menetapkan dimuka tambahan atas utang yang bukan atas
prakarsa yang mempunyai utang secara sukarela, seperti pendapatan bunga pada
bank konvensional. Mengapa? Periksa terjemahan hadits shahih Muslim oleh Ma’mur
Daud Bab Riba nomor 1569 hingga 1572. Intinya: membayar utang dengan lebih baik
(yaitu diberikan tambahan) seperti yang dicontohkan dalam hadits, harus atas
dasar sukarela dan prakarsanya harus datang dari yang punya utang pada saat
jatuh tempo.
b. Menerapkan
Sistem Bagi Hasil dan Jual-Beli
Dengan mengacu kepada
petunjuk Al-Qur’an, QS. Al-Baqarah (2): 275 dan surah an-Nisa (4): 29 yang
intinya: Allah SWT. telah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan
ribaserta suruhan untuk menempuh jalan perniagaan dengan suka sama suka, maka
setiap transaksi dengan kelembagaan ekonomi Islam harus selalu dilandasi atas
dasar sistem bagi hasih dan perdagangan atau yang transaksinya didasari oleh
adanya pertukaran antara uang dengan barang/jasa. Akibatnya, pada kegiatan
muamalah berlaku prinsip, “ada barang/jasa dulu baru ada uang”, sehingga akan
mendorong produksi barang/jasa, mendorong kelancaran arus barang/jasa, dapat
menghindarkan penyalagunaan kredit, spekulasi, dan inflasi.
Dalam operasinya,
pada sisi pengerahan dana masyarakat, lembaga ekonomi Islam menyediakan sarana
investasi bagi penyimpan dana dengan sistem bagi hasil, dan pada sisi
penyaluran dana masyarakat disediakan fasilitas pembiayaan investasi dengan
sistem bagi hasil serta pembiayaan perdagangan.
1) Investasi
bagi penyimpan dana berarti nasabah yang menyimpan dananya pada bank ini
(tabungan mudharabah atau simpanan mudharabah) dianggap sebagai penyedia
dana (rabbul mal) akan memperoleh hak
bagi hasil dari usaha bank sebagai pengelola dan (Mudharib)
yang sifat hasilnya tidak tetap dan tidak pasti sesuai dengan besar kecilnya
usaha bank. Bagi hasil yang diterima penyimpan dana biasanya dihitung sesuai
dengan lamanya dana terbut mengandapdan dikelola oleh bank, bisa satu tahun,
satu bulan, satu minggu, bahkan bisa satu hari.
2) Pembiayaan
investasi ialah pmbiayaan baik sepenuhnya (al-Mudharabah)
atau sebagai (al-Musyarakah) terhadap
suatu usaha yang tidak berbentuk saham. Dana yang ditempatkan, yang sepenuhnya
maupun yang sebagian itu tetap menjadi milik bank sehingga pada wwaktu
berakhirnya kontrak, bank berhak memperoleh bagi hasil dari usaha itu sesuai
dengankesepakatan.