Kebijakan Fiskal pada Awal Pemerintahan Islam
A.
Kebijakan Fiskal
pada Masa Rasulullah Saw
Kaum Muslimin hijrah dari mekkah ke Madinah dalam kondisi tidak
memiliki harta benda akibat kejahatan kaum Quraisy dan blockade terhadap kaum Muslimin,
pendapatan perkapita kaum Muslimin di Makkah sebelum hijrah ke Madinah sangat rendah,
karena tindakan kaum Quraisy yang melarang segala bentuk perdagangan dan
hubungan ekonomi dengan kaum Muslimin.[4]
Rasulullah mengawali pembangunan Madina dengan tanpa sumber
keuangan yang pasti, sementara distribusi kekayaan juga timpang. Kaum muhajirin
tidak memiliki kekayaan karena mereka telah meninggalkan seluruh hartanya di
makkah.[5]
Langkah-langkah pertama yang dilakukan oleh Nabi untuk meningkatkan
produksi dan lapangan pekerjaan di Madinah antara lain:[6]
1.
Mendorong kaum anshar dan kaum
muhajirin untuk melaksanakan muzara’ah dan musaqat.
2.
Membagikan tanah kepada kaum
muhajirin untuk membangun rumah.
3.
Membagikan tanah yang ditinggalkan
Bani Nadhir pada kaum muhajirin dan dua orang fakir dari kaum Anshar.
4.
Sejak tahun ke-2 hijriyah dan
setelah perang badar ketika ayat tentang khums
(seperlima) dan ghana’im (rampasan)
diturunkan, nabi menyisihkan seperlima harta rampasan dan membagikan sisanya
yang empat perlima kepada tentara yang mengikuti peperangan.
5.
Pendirian dan pengaturan keuangan
public yang merupakan temapat pengumpulan dan atau pusat pengumpulan kekayaan
negara Islam yang digunakan untuk pengeluaran tertentu.
6.
Pada tahun ke-8 hijriyah turun ayat
tentang zakat dan jizya. Ketika
pendapatan yang diperoleh dari khums, zakat,
dan jizyah dan lain-lain cukup
tinggi. Nabi memerintahkan agar para pengurus baitul mall, juru dakwah dan pejabat lainnya mendapatkan gaji yang
dibayarkan dari dana ini.
B.
Kebijakan Fiskal
pada Masa Khulafaurrasyidin
1.
Masa Abu Bakar Ash-Shidiq
Setelah wafatnya Rasulullah saw. fungsi kekhalifaan dialihkan
kepada Abu Bakar. Abu Bakar terpilih sebagai khalifah dengan kondisi miskin,
sebagai pedagang dengan hasil yang kurang mencukupi kebutuhan keluarganya. Pada
masa Abu Bakar inilah dimulai penggajian terhadap khalifah, hal ini dilakukan
agar khalifah dapat berkonsentrasi dalam mengurus negara, sehingga kebutuhan
keluarga khalifah diurus oleh kekayaan
dri baitul mall.[7]
Langkah-langkah yang dilakukan Abu Bakar dalam manajemen fiskalnya
adalah:[8]
a.
Perhatian terhadap keakuratan
perhitungan zakat
b.
Pengembangan pembangunan baitul mall
dan penanggujawab baitul mall
c.
Menerapkan konsep balance budget pada baitul mall, dimana
seluruh pendapatan langsung didistribusikan tanpa ada cadangan. Sehingga saat
beliau wafat hanya satu dirham yang tersisa dalam perbendaharaan negara.
d.
Melakukan penegakan hokum terhadap
pihak yang tidak mau membayar zakat dan pajak kepada pemerintah.
e.
Secara praktisi Abu Bakar adalah
seorang praktisi akad-akad perdagangan.
2.
Masa Umar bin Khaththab
Umar menjalankan pemerintahan setelah abu bakar hanya selama
sepuluh tahun, akakn tetapi kebijakan perekonomian yang ditempuh telah memiliki
dampak dan pengaruh cukup signifikan terhadap kemajuan perekonomian umat. Umar
telah meletakkan dasar-dasar perekonomian yang cukup kuat dengan berdasarkan
kepada keadilan dan kebersamaan. Pada masa peerintahan khalifah Umar bin
Khaththab, sumber pendapatan negara bertambah dengan adanya system sewa tetap
karena adanya kebijakan pemerintah yang menguasai factor-faktor produksi
seperti tanah, tenaga kerja, dan lainnya tidak lagi menjadi milik individu.
Kebajakan yang telah dilakukan Umar pada pemerintahannya adalah:[9]
a.
Reorganisasi baitul mall, dengan
menjadikan baitul mall sebagai lembaga negara resmi yang dikenal dengan
al-Diwan (sebuah kantor yang ditujukan untum membayar tunjangan-tunjangan
angkatan perang dan pension, serta tunjangan-tunjangan lain), diamana seluruh
karyawannya digaji menurut standar penggajian pada masa tersebut. Serta adanya
pengeluaran dana pension bagi mereka yang bergabung dalam kemiliteran.
b.
Diberlakukannya system cadangan
darurat, dimana dari sumber penerimaan yang ada tidak langsung didistribusikan
seluruhya. Hal ini untuk membiayai angakatan perang dan kebutuhan darurat umat.
c.
Pemerintah bertanggungjawab terhadap
kebutuhan minimum makanan dan pakaian kepada warga negaranya.
d.
Diversifikasi terhadap objek zakat,
dimana diberlakukan objek yang dapat dikenakan sebagai objek zakat yang baru.
Dalam bahasa fiskal saat inni biasa dikenal dengan ekstensifikasi sumber-sumber
penerimaan negara.
e.
Pengembangan ushr (pajak pertanian)
f.
Undang-undang perubahan pemilikan
tanah, dimana tanah-tanah yang tidak produktif dikuasai oleh negara untuk
diolah oleh masyarakat dan masyarakat membayarkan kharaj atas tanah yang diolah
tersebut.
3.
Masa Utsman bin Affan
Pada enam tahun pertama masa pemerintahannya, khalifah Utsman bin
Affan melakukan penataan baru degngan mengikuti kebijakan Umar bin Khaththab,[10]
Walaupun sejalan beriringnya waktu beberapa kebijakan umar tidak lagi
dilaksanakan. Factor-faktor produksi yang selama ini dikuasai oleh negara
menjadi milik individu, sehinngga hal inni banyak melahirkan tuan-tuan tanah.
Dan hal ini pun mengubah system sumber pendapatan negara. Hal yang cukup baik dari
pemerintahan Utsman adalah tidak mengambil upah dari kantornya, justru ia turut
membantu beban pemerintah, hal ini dilakkan melihat latar belakangnya sebagai
seorang pengusaha sukses ketika itu.[11]
Kebijakan Utsman yang ditempuh pada masa pemerintahannya adalah[12]:
a.
Pembangunan irigasi pengairan.
b.
Pembentukan organisasi kepolisian
untuk menjaga keamanan negara terutama keamanan perdagangan.
c.
Pembangunan gedung pengadilan, guna
penegakan hokum
d.
Kebijakan pembagian lahan luas milik
raja Persia kepada individu dan hasilnya mengalami peningkatan daari 9 juta
dirham pada masa Umar menjadi 50 juta dirham pada masa Utsman.
e.
Meningkatkan anggaran pendapatan dan
kealutan serta meningkatkan dana pension serta dan pembangunan diwilayah
taklukan baru.
f.
Membuat beberapa perubahan
administrasi dan meningkatkan kharaj
dan jizyah dari mesir
4.
Masa Ali bin Abi Thalib
Pada masa khalifa Ali bin Abi Thalib selama lima tahun, sumber
pendapatan negara mengalami kendalah karena sejak awal beliau berkuasa, selalu
mendapatkan eprlawanan dan bahkan banyak terjadi pemberontakan terutama dari
Muawiyah. Ali memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan dan administrasi
umum. Konsep ini dijelaskan dalam suratnya kepada Malik Ather bin Harith, dimana
isinya mendeskripsikan tugas kewajiaban dan tanggungjawab penguasa menyusun
perioritas dalam melakukan dispensasi terhadap keadilan, control terhadap
pejabat tinggi dan staf, menguraikan pendapatan pegawai dan pengadaan
bendahara. Secara umum beberapa kebijakan yang dilakukan pada masa masa Ali
adalah[13]:
a.
Pendistribusian seluruh pendapatan
yang ada pada baitul mall sama dengan kebijakan yang dilakukan pada masa
Rasulullah dan Abu Bakar, tetapi berbeda dengan kebijakan Umar yang menyisihkan
untuk cadangan. Pendistribusin dilakukan setiap hari kamis pada setiap
minggunya.
b.
Pengeluaran angkatan laut
dihilangkan karena daerah pesisir pantai dibawah penguasaan Muawiyah. Namun
pengeluaran atau anggaran untuk polisi tetap dipertahankan yang bertujuan untuk
menjaga keamanan negara.
Menurut sebuah riwayat, ali secara sukarela menarik diri dari
daftar penerima bantuan dana dari baitul mall, bahkan menurut riwayat yang
lain, Ali memberikan sumbangan sebesar 5000 dirham setiap tahun.
C.
Komponen Pendapatan
dan Pengeluaran Fiskal pada Masa Awal Pemerintahan Islam
1.
Jenis Pendapatan Negara
a.
Kharaj
Kharaj merujuk kepada pendapatan yang diperoleh dari biaya sewa atas
tanah pertanian dan hutan milik umat Islam. Jika tanah yang dilah atau kebun
buah-buahan yang dimiliki non-Muslim jatuh ketangan orang Islam akibat kalah
dalam pertempuran, asset tersebut menjadi bagian dari harta milik orang Islam.
karena itu siapapun yang mengelolahnya harus membayar sewa. [14]
Jika terjadi konfrontasi antara Muslim dengan orang-orang kafir
yang berakhir damai, maka mereka membuat perjanjian damai untuk menentukan
apakah lahan yang diolah tetap menjadi milik orang kafir ataukah diserahkan
keada Muslim.[15]
Jika tanah atau kebun buah jatuh ke tangan pasukan Muslim tanpa melalui
konfrontasi ataupun pertempuran seperti terjadi pada tanah Bani Qainuqa dan
Bani Nadhir pada masa pemerintahan Rasulullah, maka tanah tersebut diperlakukan
sebagai barang rampasan dan berada dalam kepemilikan Rasulullah.[16]
Namun pemungutan pajak atas tanah berbeda-beda, hal tersebut
disesuaikan dengan tingkat kesuburan dan jenis tanaman yang ditanam pada tanah
yang dikelolah. Sedangakan lahan yang tidak dapat diolah dan tidak bias diambil
manfaat darinya dibebaskan dari kharaj.
Ada sumber yang menebutkan bahwa khalifah Umar memungut pajak
sebesar sepuluh dirham atas buah-buahan dan lima dirham atas alfafah. Setiap lahan yang diirigasi
dengan air, baik tanah tersebut diolah ataupun tidak, pajaknya sebesar satu
dirham plus satu sha’, setiap kebun
kurma yang tidak diirigasi zakatnya sebesar sepersepuluh dari hasil pane; dan
pada setiap kebun kurma yang diirigasi dengan saluran air adalah sebesar
seperduapuluh dari hasil panen.
Pada masa pemerintahan Ali, kharaj
yang dipungut atas lahan gandum yang sangat produktif sebanyak satu setengah
dirham ditambah satu sha’ per jarib, lahan yang cukup produktif
sebesar satu setengah dirham dan yang kurang produktif sebesar sepertiga
dirham.[17]
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa pada permulaan Islam jumlah
pajak tanah yang dibebankan berbeda-beda sesuai dengan kondisi lahan dan ongkos
sewa. Salah satu factor yang menyebabkan kenaikan sewa adalah kesuburan dan
produktivitas tanah. Factor berikutnya
adalah jarak lahan dengan kanal pada satu sisi dan dengan pasar dan kota pada
sisi lainnya. Factor yang ketiga adalah produksi panen memiliki elastisitas
pendapatan terhadap permintaan yang lebih besar daripada yang lainnya.[18]
b.
Zakat
Pada permulaan Islam, zakat ditarik dari seluruh pendapatan utama
aktivitas ekonomi ketika itu seperti perdagangan, kerajinan, pertanian,
perkebunan, dan peternakan. Pendapatan dari dua kegiatan pertama biasanya dalm
bentuk uang tunai dan dapat dinilai dalam bentuk dinar dan dirham.
Zakat
emas dan perak ditentukan bedasarkan beratnya, binatang ternak ditentukan
berdasarkan jumlahnya, dan barang dagangan, bahan tambang,
danluqta ditentukan berdasarkan nilainya serta zakat hasil pertanian dan
buah-buahan ditentukan berdasarkan kuantitasnya.[19]
1)
Zakat Dinar dan Dirham
Nisab zakat
dinar dan dirham masing-masing 20 dinar dan 200 dirham. Dengan demikian
pendapatan yang kurang dari ukuran tersebut dibebaskan dari zakat. Zakat yang
dikeluarkan adalah 1/40 atau 2,5 dari jumlah nisab.[20]
2)
Zakat Hasil Pertanian
Hasil pertanian
yang dikenakan zakat anata lain gandum (makanan pokok), barley (jelai), kismis dan kurma. Ketentuan-ketentuan dalam
perhitungan zakat sebagai berikut:[21]
-
Jumlah hasil panen yang kurang dari lima wasaq, atau setara dengan 847 kg tidak
dikenakan zakat.
-
Zakat tidak dihitung dari
penghasilan kotor.
-
Zakat hasil panen yang didapat dari
lahan yang bergantung pada hujan adalah 10%. Jika petani mendapatkan air dengan
cara irigasi, zakatnya dikurangi menjadi 5%.
3)
Zakat Ternak[22]
-
Zakat Domba
Jika
jumlah domba yang dimiliki lebih dari 40 dan kurang dari 121 maka zakatnya 1
domba dan jika jumlah domba sudah mencapai 400 ekor setiap penambahan 100
domba, dikenakan zakat 1 domba. Zakat domba dapat dilihat dalam table berikut:
Jumlah min. domba
|
1-39
|
40-120
|
121-300
|
301-399
|
400-499
|
500-599
|
600-699
|
700-799
|
Besar Zakat
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
-
Zakat Sapi
Jumlah
sapi antara 1-29 ekor bebas zakat, jumlah sapi antara 30-39, zakatnya satu anak
sapi jantan berusia 2 tahun. Jika jumlahnya 40-59 maka zakatnya 1 anak sapi
betina 3 tahun.
-
Zakat Unta
Pemilik
peternakan unta yang memiliki kurang dari 4 unta tidak dipungut zakat. Namun,
jika sudah mencapai 5 unta, ia harus membayar zakat 1 domba. Jika jumlahnya 10,
15, 20, atau 25, zakatnya berturut-turut 2, 3, 4, 5. Jika jumlahnya mencapai 26
zakatnya 1 unta 2 tahun. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulakan bahwa
zakat unta ditentukan dalam usia 2, 3 4, dan 5 tahun unta. Nilainya diperkirakan x,y,z, dan w unit unta.
Rincian zakat unta dapat dilihat pada table berikut:
Jumlah Unta
|
Besar Zakat
|
|
Jumlah Unta
|
Besar Zakat
|
1-4
|
0
|
76
|
2y
|
|
5
|
1 domba
|
91
|
2z
|
|
10
|
2 domba
|
121
|
3y
|
|
15
|
3 domba
|
140
|
2z + y
|
|
20
|
4 domba
|
150
|
3z
|
|
25
|
5 domba
|
160
|
4
|
|
26
|
x=1 2th unta
|
170
|
3y + z
|
|
36
|
y=1 3th unta
|
180
|
2z + 2y
|
|
46
|
z=1 4th unta
|
190
|
3z + y
|
|
61
|
w=1 5th unta
|
200
|
5y + 4z
|
Ket. Nilai tiap unta sama dengan 10 domba
Ghanimah
merupakan jenis barang bergerak, yang bisa dipindahkan, diperoleh dalam
peperangan melawan musuh. Anggota pasukan akan mendapatkan bagian sebesar empat
perlima. Al-Qur'an telah mengatur hal ini secara jelas, "Katakanlah
sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang (ghanimah), maka sesungguhnya seperlima
untuk Allah, Rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu
sabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kamu turunkan kepada
hamba Kami (Muhammad) di Hari (Furqan), yaitu hari bertemunya dua
pasukan".(Q.S. Al-Anfal, ayat 41).
Ghanimah
merupakan sumber yang berarti bagi negara Islam waktu itu, karena masa itu
sering terjadi perang suci. Perintah persoalan ghanimah turun setelah Perang Badar, pada tahun kedua setelah
Hijrah ke Madinah.
Ghanimah
merupakan pendapatan negara yang didapat dari kemenangan perang. Penggunaan
uang yang berasal dari ghanimah ini,
ada ketentuannya dalam Al-Qur'an. Distribusi ghanimah empat perlimanya diberikan kepada para prajurit yang
bertempur (mujahidin), sementara seperlimanya adalah khums. jadi, Khums adalah
satu seperlima bagian dari pendapatan (ghanimah)
akibat dari ekspedisi militer yang dibenarkan oleh syariah, dan kemudian pos
penerimaan ini dapat digunakan negara untuk program pembangunannya.
5)
Jizyah
Pada masa
Rasulullah s.a.w. besarnya jizyah
satu dinar pertahun untuk orang dewasa yang mampu membayarnya. Perempuan,
anak-anak, pengemis, pendeta, orang tua, penderita sakit jiwa dan semua yang
menderita penyakit dibebaskan dari kewajiban ini. Di antara ahli kitab yang
harus membayar pajak sejauh yang diketahui adalah orang-orang Najran yang
beragama Kristen pada Tahun keenam setelah Hijriyah. Orang-orang Ailah, Adhruh
dan Adhriat membayarnya pada perang Tabuk. Pembayarannya tidak harus berupa
uang tunai, tetapi dapat juga berupa barang atau jasa sepeti yang disebutkan
Baladhuri dalam kitabnya Fhutuh al-Buldan, ketika menjelaskan pernyataan
lengkap perjanjian Rasulullah s.a.w dengan orang-orang Najran yang dengan jelas
dikatakan: “......Setelah dinilai, dua ribu pakaian/garmen masing-masing
bernilai satu aukiyah, seribu garmen dikirim pada bulan Rajab tiap tahun,
seribu lagi pada bulan Safar tiap tahun. Tiap garmen berniali
satu aukiyah, jadi bila ada yang bernilai lebih atau kurang dari
satu aukiyah, kelebihan atau kekurangannya itu substitusi garmen harus
diperhitungkan.[24]
6)
Usyr
Usyr yaitu bea
impor yang dikenakan kepada semua pedagang, dibayar hanya sekali dalam setahun
dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Tingakt
bea orang-orang yang dilindungi adalah 5% dan pedagang Muslim 2,5%. Hal ini
juga terjadi di Arab sebelum masa Islam, terutama di Makkah sebagai pusat
perdagangan regional terbesar.[25]
7)
Pemasukan lainnya
Sumber pemasukan
lainnya adalh kafarat atau denda yang
dikenakan kepada seorang Muslim ketika melakukan pelanggaran. Denda dibayar
dalam bentuk tunai atau bentuk lain.
2.
Jenis Pengeluaran Negara pada Awal Pemerintahan Islam[26]
a.
Penyebaran Islam
Setiap
kali berhasil menaklukkan suatu wilayah, Rasulullah saw. memilih seorang
pejabat untuk mengajarkan Al-Qur’an di
wilayah tersebut. Sebagai contoh, setelah menaklukkan makkah, Rasulullah
memilih ‘Attab bin Osayd sebagai gubernur makkah Mu’adz sebagai pengajar aqidah
dan hokum Islam.
Selama
memimpin kaum Muslimin, Rasulullah mengirim banyak sahabat ke berbagai negara
untuk mengajak pemimpin serta masyarakatnya menerima Islam. jumlah duta
Rasulullah saw. Itu seluruhnya 26 orang. Mereka berangkat ketempat tujuan
dakwah mereka dengan dana sendiri, terkadng dibiayai oleh baitul mall. Pada
tahun-tahun setelah hijrah berikutnya, ketika dana baitul mall semakin banyak
dan perjalanan yang harus ditempuh semakin jauh, biaya perjalanan serta gaji
para utusan diambil dari dana baitul mall.
b.
Gerakan pendidikan dan kebudayaan
Rasulullah
memberi perhatian besar terhadap pengajaran dan pendidikan bagi setiap Muslim
dan memanfaatkan setiap sumber daya untuk membuat mereka melek huruf. Sebagai
contoh Rasulullah mengatakan kepada sepuluh tawanan perang Badar bahwa jika
telah mengajarkan sepuluh pemudah Anshar membaca dan menulis, mereka akan
dibebaskan. Selain itu Rasulullah memerintahkan Zayd bin Tsabit yan gtelah
diajarkan membaca dan menulis oleh seorang tawanan perang Badr untuk
mempelajari bahasa Yunani.
Selain
itu, disamping mengirimkan juru dakwah serta mengangkat hakim dan pengajar,
Rasulullah saw. juga memberi perhatian yang besar terhadap pembangunan masjid
yang diguanakan sebagai tempat shalat berjamaan disamping sebagai tempat
bermusyawarah, konsultasi dan mengambil keputusan, serta tempat pendistribusian
dana baitul mall.
c.
Pengmebangan Ilmu pengetahuan
Pada
masa Rasulullah dan khalifah yang empat,
para ualam, ahli kedokteran, dan orang-rang yang dapat menulis memperoleh
penghargaan dan dimanfaatkan untuk menyebarkan ilmu pengetahuan. Diantaran Ilmu
pengetahuan yang yang menyentuh kehidupan dunia Islam pada masa
pemerintahan Umar ibn Al-Khaththab
adalah ilmu manajemen yang mengatur masalah akuntansi dan fiskal baitul mall.
d.
Pembangunan Infrastruktur
Rasulullah
sangat memperhatikan pembangunan infrastruktur, misalnya pembangunan kamar
mandi di sudut kota atas saran seorang sahabat. Menentukan tempat yang
berfungsi sebagai pasar di kota madinah. Dan juga memberika perhatian khusu
terhadap perluasan komunikasi antara penduduk sehingga jala-jalan yan gsempit
serta batas kota dihapuskan.
Umar
ibn Al-Khaththab juga memberika perhatian yang besar tehadap pembangunan
infrastruktur. Misalnya pembangunan kota Kufah dan Basrah atas perintahnya
disamping itu ia memberikan perhatian
khusus terhadap jalan-jaan raya, pelebaran jalan, dan meletakkan
pembangunan Masjid di ibu kota.
Perhatian
pemerintah pada masa awal pemerintahan Islam terhadap pembangunan infrastruktur
sangan besar, muali dari pembangunan pemukiman, pelebaran jalan, pembangunan
jembata dan berbagai prasaran umum lainnya.
e.
Pembangunan Armada Perang dan
Keamanan
Selama
sebelas tahumn memimpin kaum mulimin, Rasulullah saw. terlibat dalam banyakk
pertempran. Jika diasumsikan peperangan yang terjadi adalah 26 ghazwah (sebutan peperangan yang diikuti
oleh Rasulullah) dan 36 Sariyah (sebutan
perang yang tidak diikuti oleh Rasulullah) berarti secara keseluruhan terjadi
62 peperangan.
Salah
satu sumber persediaan senjata kaum Muslimin adalah harta rampasan perang.
Setelah perang badar, perintah tentang pembagian harta rampasan perang turun.
Dengan membagi harta rampasan perang kepada kaum Muslimin atau menjual sebagian
untuk membeli perlengkapan yang dibutuhkan untuk menghadapi perang berikutnya.
Dari rampasan perang yang diperoleh dari bani Nadir, Rasulullah mempunya bagian
yang cukup untuk cadangan selama satu tahun dan Rasulullah memerintahkan bagian
itu dibelikan kuda dan senjata. Dan setelah mengalahkan bani Quraizhah
Rasulullah mengirim sejumlah tawanan perang ke Najd dan menerima tebusan yang
kemudian digunakan untuk membeli kuda dan senjata. Selain itu kadangakala
Rasulullah meminjam senjata bahkan dari non-Muslim.
Metode yang lain
yang digunakan Rasulullah dalam membiayai perang adalah
dengan mengumpulkan infaq dari para sahabat. Bahkan dalam perang tertentu
misalnya perang tabuk, diperlukan bantuan keuangan dari kaum Muslimin yang
kaya. Semua ini dilakukan dengan kerelaan yang tinggi, bahkan para wanita
melepas perhiasan mereka. Orang-orang miskin juga memberikan apa yang mereka bias
berikan.
Seperlima
harta rampasan perang yang diambil dari setiap peperangan merupakan sumber dana
baitul mall yang terpenting yang terutama digunakan untuk memperkuat
pengembangan pasukan kaum Muslimin. Selebihnya rampasan perang dibaigkan kepada
semua yang ikut perang yan gdibutuhkan. Kadang kala Rasulullah juga meminjam
senjata yang dibutuhkan. Metode terakhir merupakan satu kebijakan yang kreatif
untuk membiayai dana dan kebutuhan perang yang dapat dilihat sebagai satu
kebijakan fiskal khusus yang diambil Rasulullah.
f.
Penyediaan Layanan Kesejahteraan
Sosial
Nisab
atau pendapatan minimal setiap penduduk baik Muslim maupun non-Muslim dijamin
negara. Tingkat pendapatan ini dicapai dengan mensinergikan kapabilitas
produksi dengan parisifasi kerja. Dalam kondisi keterbatasan kapabilitas,
kekurangan seseorang ditutupi oleh khums,
zakat dan kharaj. Masing-masing dana
ini dirancang untuk pengeluaran khusus. Khums dipergunakan untuk penyebaran
agama Islam dan persediaan perang, disamping untuk menjamin pemenuhan kebutuhan
yang berpendapatan di bawah batas minimal, gaji pengumpul zakat diambil dari
dana zakat. Setelah menutupi seluruh pengeluaran baitul mal. Kharaj dibagikan kepada setiap Muslim.
Jelasnya pengeluaran besar dan terpenting atas setiap peerimaan yang disebutkan
di atas adalah untuk menjamin kesejahteraan serta penyediaan pelayanan publik.
Kesimpulan
Pada awal hijrah kaum Muhajirin tidak memiliki
harta benda karena mereka telah meninggalkannya di Makkah, sumber keuangan
tidak pasti, dan distribusi kekayaan juga masih timpang. Sehingg langkah yang
ditempuh oleh Rasulullah yaitu mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum
Anshar sehingga dengan sendirinya terjadi resdistribusi kekayaan. Berangkat
dari situlah kemudian kebijakan-kebijakan berikutnya muncul sampai pada
turunnya ayat yang mengetur harta rampasan perang dan sebagainya.
Sedangkan pada masa
khulafaurrasyidin dimana khalifah pertama yaitu Abu Bakar pada dasarnya
melanjutkan kebijakan yang telah dijalankan oleh Rasulullah namun beberapa
kebijakan-kebijakan baru yang tentunya didasarkan pada kondisi perekonomian
ketika itu, pada masa ini kebijakan menyangkut penggajian terhadap aparat
negara diberlakukan. Sedangkan pada masa khalifah Umar melakukan banyak inovasi
dalam perekonomian. Misanya menghadiahkan tanah kepada masyarakat yang bersiap
untuk menggarapnya tetapi berada dalam pengawasa untuk melihat kinerja
pengelolahnya. Membangun saluran irigasi, mengurangi beban pajak guna
menciptakan perekonomian sehat dan juga untuk memperlancar pemasukan bahan
makanan masuk ke madinah. Selanjutnya pada masa kepemimpinan Utsman pada
separuh kepemimpinannya beliu melanjutkan kebijakan-kebijakan yang dilakukan
oleh Umar namun diantara kebijakan yang berbeda adalah hak kepemilikan
pemerintah atas tanah-tanah garapan dialihkan semua menjadi kepemilikan
pribadi, sehingga muncul banyak tuan-tuan tanah, namun demikian Utsman tidak
pernah mengambil harta/gaji dari baitul mall.Selanjutnya pada masa khalifah Ali
yang mana dihadapkan pada berbagai konflik akan tetapi beliau tetap menjalankan
kebijakan-kebijakan perekonomiannya, Ali dikenal sangant ketat dalam
menjalankan keuangan negara, bahkan secara sukarela menarik diri dari daftar
penerima tunjangan dan bahkan memberikan 5000 dirham setiap tahunnya. Dan yang
paling berkesan pada masa Ali lah pertama kali dilakukan percetakan uang atas
nama pemerintahan Islam.
Komponen-komponen fiscal pada masa
awal pemerintahan dikategorikan dalam dua bagian yaitu komponen pendapatan
negara yang terdiri dari: kharaj,
zakat, ghanimah dank khums, jizyah, usyr, dan
sebagainya. Adapun yang masuk dalam komponen pengeluaran lebih diarahkan kepada
pembiayaan untuk penyebaran agama, gerakan pendidikan dan kebudayaan,
pengembangan ilmu pengetahuan, pembangunan infrastruktur, pembangunan armada
perang dan keamanan, dan juga kesejahtraan sosial
B.
Saran
Kami menyadari
banyaknya kesalahan dalam makalah ini sehingga kami mengharapkan saran dan
masukan yang sifatnya membangun. Selain itu kami mengharapkan akan terbitnya
buku yang khusus membahas tafsir ayat-ayat ekonomi agar lebih memudahkan dalam
pencarian literature yang terkait
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim
Ali,
Syekh Ameer, A Short History of Saracens,
London: MacMillan, 1994 dalam P3EI UII, Ekonomi
Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2008
Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Depok:
Gramata Publishing dalam Muhammad Nurhana Amir, Sumber-Sumber
Pendapatan Negara dalam Islam, http://chevalierdekautsar.blogspot.co.id.
Diakses 13 Oktober 2016
Amir,
Muhammad Nurhana, Sumber-Sumber
Pendapatan Negara dalam Islam, http://chevalierdekautsar.blogspot.co.id.
Diakses 13 Oktober 2016
Arif,
M. Nur Rianto Al-, Dasar-Dasar Ekonomi Islam,
Solo: PT.Era Adicitra Intermedia, 2011
Hisyam,
Abdullah bin Yusuf Ibn, Life of Muhammad,
The Prophet of Islam, Tahren: The Islamic Bookstore, t.t., dalam Adiwarman
A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,
Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2004
Huda,
Nurul, Ekonomi Makro Islam Pendekatan
Teoritis, Jakarta: Kencana, 2008
Istanto,
Ahmad, Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam, http://syariah99.blogspot.co.id, diakses pada 09 Oktober 2016
Karim,
Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2004
P3EI
UII, Ekonomi Islam, Jakarta: Rajawali
Press, 2008
|
[1]
Ahmad Istanto, Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam, http://syariah99.blogspot.co.id, diakses pada 09 Oktober 2016
[2]
M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar
Ekonomi Islam, (Solo: PT.Era Adicitra Intermedia, 2011). h. 223
[3]
Lihat: Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam
Pendekatan Teoritis, (Jakarta: Kencana, 2008). h.162
[4] Lihat Abdullah bin Yusuf Ibn
Hisyam, Life of Muhammad, The Prophet of Islam,
(Tahren: The Islamic Bookstore, t.t.,),Vol.2. h.220 dalam Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,
(Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2004). h.93
[5] P3EI UII, Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2008). h.98
[6]
Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam. h.96-98
[7] Lihat: Syekh Ameer Ali, A Short History of SSaracens, (London:
MacMillan, 1994). h. 27 dalm P3EI UII, Ekonomi
Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2008). H.101
[8] Lihat: Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis, h.
163 dalam M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar
Ekonomi Islam, h. 233
[9] Lihat: Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis, h.
164 dalam M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar
Ekonomi Islam, h. 234
[10] Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. h.79
[11] M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, h. 235
[12] Lihat: Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis, h.
164 dalam M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar
Ekonomi Islam, h. 235
[13] Lihat: Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis, h.
165 dalam M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar
Ekonomi Islam, h. 236
[14] Lihat Abdullah bin Yusuf Ibn
Hisyam, Life of Muhammad, The Prophet of Islam,
h.231 dalam Adiwarman A. Karim, Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam, h.105-106
[15] Lihat: Ali bin Muhammad
al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah,
(Kairo: maktabah al-Taufiqiyyah, t.t.). h.167 dalam Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h.106
[16] Lihat: QS. Al-Anfal: 1 dan 59: 6-7
[17] Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h.110
[18] Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h.110
[19] Ahmad Istanto, Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam, http://syariah99.blogspot.co.id, diakses pada
09 Oktober 2016
[20] Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h.113
[21] Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,
h.115-118
[22] Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,
h.118-125
[23] Lihat: Euis
Amalia, Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok: Gramata Publishing). h.
119 dalam Muhammad Nurhana Amir, Sumber-Sumber Pendapatan Negara
dalam Islam, http://chevalierdekautsar.blogspot.co.id. Diakses 13 Oktober 2016
[24] Ahmad Istanto, Kebijakan Fiskal Pada Awal
Pemerintahan Islam, http://syariah99.blogspot.co.id, diakses
pada 09 Oktober 2016
[25] Muhammad Nurhana Amir, Sumber-Sumber
Pendapatan Negara dalam Islam, http://chevalierdekautsar.blogspot.co.id. Diakses 13 Oktober 2016
[26] Adiwarman A.
Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,
h.118-125