A.
Pengertian
Resiko
Risiko
dalam berbagai bentuk dan sumbernya merupakan komponen yang tak terpisahkan
dari setiap aktivitas. Hal ini dikarnakan masa depan merupakan sesuatu yang
sangat sulit diprediksi. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang tahu dengan
pasti apa yang akan terjadi dimasa depan, bahkan mungkin satu detik kedepan.
Selalu ada elemen ketidak pastian yang menimbulkan risiko (Dradjad H. Wibowo,
dalam Masud Ali, 2006;xix)
Ada
dua istilah yang sering dicampur adukkan yaitu ketidakpastian dan risiko.
Sebagian orang menganggapnya sama. Sebagian lagi menganggapnya berbeda. Disini
yang membedakan kedua istilah tersebut karena pengelolaannya berbeda.
Ketidakpastian mengacu pada pengertian risiko yang tidak diperkirakan (unexpected
risk), sedangkan istilah risiko itu sendiri mengacu kepada risiko yang
diperkirakan (expected risk).
Menurut
kamus ekonomi, risiko adalah kemungkinan mengalami kerugian atau kegagalan
karena tindakan atau peristiwa tertentu. Sedangkan menurut Herman Darmawan
(2006:1) risiko senantiasa ada karena mengenanya dengan kemugkinan akan terjadi
akibat buruk atau akibat yang merugi, seperti kemungkinan kehilangan, cidera,
kebakaran, dan lain sebagainya.
Resiko
menurut wikipedia indonesia adalah bahaya yang dapat terjadi akibat dari sebuah
proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Dalam bidang
asuransi, risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan ketidak pastian, dimana
jika terjadi suatu keadaan yang tidak di kehendaki dapat menimbulkan kerugian.
Risiko
dalam konteks perbankan menurut Adiwarman A. Karim (2004:255) merupakan suatu
kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang
tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap
pendapatan dan permodalan bank. Sedangkan Eddie Cade menyatakan, bahwa definisi
risiko berbeda-beda, tergantung pada tujuannya.
Definisi
risiko yang tepat dilihat dari sudut pandang Bank adalah, exposure terhadap
ketidakpastian pendapatan. Sedangkan Philip Best menyatakan bahwa risiko adalah
kerugian secara finansial, baik secara langsung maupun tidak langsung. Risiko
Bank adalah keterbukaan terhadap kemungkinan rugi (exposure to the change of
loss) (Erdatna, 2008). Dalam konteks perbankan risiko merupakan potensi terjadinya
suatu peristiwa (events) yang dapat menimbulkan kerugian Bank.
B.
Konsep
Dasar Manajemen Resiko
Sebagai
lembaga intermediary dan seiring dengan situasi lingkungan eksternal dan
internal perbankan yang mengalami perkembangan yang pesat, perbankan pada umumnya
dan perbakan syariah pada khususnya akan selalu berhadapan dengan berbagai
jenis risiko dengan tingkat kompleksitas yang beragam dan melekat pada kegiatan
usahanya.
Risiko-risiko
tersebut tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dan dikendalikan. Oleh
karena itu perbankan, dan bank syariah khusunya memerlukan serangkaian prosedur
dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau,
dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usahanya (Adiwarman, 2006:
255). Dalam pelaksanaannya, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendali risiko memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Identifikasi
risiko dilaksanakan dengan melakukan analisis terhadap :
a. Karakteristik
risiko yang melekat pada aktifitas fungsional
b. Risiko
dari produk dan kegiatan usaha.
2. Pengukuran
risiko dilaksanakan dengan melakukan :
a. Evaluasi
secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data, dan prosedur yang
digunakan untuk mengukur risiko,
b. Penyempurnaan
terhadap sistem pengukuran risiko apabila terdapat perubahan kegiatan usaha,
produk, transaksi, dan faktor risiko yang bersifat material.
3. Pemantauan
risiko dilaksanakan dengan melakukan :
a. Evaluasi
terhadap eksposur risiko
b. Penyempurnaan
proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha, produk transaksi,
faktor risiko, teknologi informasi dan sistem informasi manajemen risiko yang
bersifat material.
4. Pelaksanaan
pengendalian risiko, digunakan untuk mengelola risiko-risiko tertentu yang
dapat membahayakan kelangsungan usaha bank.
Menurut
PBI (Peraturan Bank Indonesia) No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum, dinyatakan bahwa proses Manajemen Risiko Bank
sekurang-kurangnya mencakup pendekatan pengukuran dan penilaian risiko,
struktur limit dan pedoman serta parameter pengelolaan risiko, sistim informasi
manajemen dan pelaporannya, serta evaluasi dan kaji ulang manajemen (Edatna,
2008).
PBI
tersebut mengatur agar masing-masing Bank menerapkan Manajemen Risiko sebagai
upaya meningkatkan efektivitas prudential banking. Konsep Manajemen Risiko yang
terintegrasi, diharapkan mampu memberikan suatu sort and quick report kepada
Board of Director guna mengetahui risk exposure yang dihadapi Bank secara
keseluruhan.
C.
Jenis-Jenis
Resiko pada Bank Syariah
Secara
umum, risiko yang dihadapi perbankan syariah bisa diklasifikasikan menjadi dua
bagian besar. Yakni risiko yang sama dengan yang dihadapi bank konvensional dan
risiko yang memiliki keunikan tersendiri karena harus mengikuti prinsip-prinsip
syariah. Risiko kredit, risiko pasar, risiko benchmark, risiko operasional,
risiko likuiditas, dan risiko hukum, harus dihadapi bank syariah. Tetapi,
karena harus mematuhi aturan syariah, risiko-risiko yang dihadapi bank syariah
pun menjadi berbeda.
Bank
syariah juga harus menghadapi risiko-risiko lain yang unik (khas). Risiko unik
ini muncul karena isi neraca bank syariah yang berbeda dengan bank
konvensional. Dalam hal ini pola bagi hasil (profit and loss sharing) yang
dilakukan bank syari’ah menambah kemungkinan munculnya risiko-risiko lain.
Seperti withdrawal risk, fiduciary risk, dan displaced commercial risk. Dimana:
1. Withdrawal
risk merupakan bagian dari spektrum risiko bisnis. Risiko ini sebagian besar
dihasilkan dari tekanan kompetitif yang dihadapi bank syariah dari bank
konvesional sebagai counterpart-nya. Bank syariah dapat terkena withdrawal risk
(risiko penarikan dana) disebabkan oleh deposan bila keuntungan yang mereka
terima lebih rendah dari tingkat return yang diberikan oleh rival
kompetitornya.
2. Fiduciary
risk sebagai risiko yang secara hukum bertanggung jawab atas pelanggaran
kontrak investasi baik ketidaksesuaiannya dengan ketentuan syariah atau salah
kelola (mismanagement) terhadap dana investor.
3. Displaced
commercial risk adalah transfer risiko yang berhubungan dengan simpanan kepada
pemegang ekuitas. Risiko ini bisa muncul ketika bank berada di bawah tekanan
untuk mendapatkan profit, namun bank justru harus memberikan sebagian profitnya
kepada deposan akibat rendahnya tingkat return .
Risiko-risiko
tersebut merupakan contoh risiko unik yang harus dihadapi bank syariah. Adapu
risisko yang dihadapi bank syariah dalam operasional yang terkait denga produk
pembiayaan yang dijalankan oleh bank syariah yaitu meliputi :
1. Risiko
Terkait Produk
a. Risiko
Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Certainty Countracts (NCC). Yang dimaksud
dengan analisis risiko pembiayaan berbasis natural certainty countracts (NCC)
adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh risiko nasabah
sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah memperhitungkan risiko yang
ada dari pembiayaan natural certainty countracts, seperti murabahah, ijarah,
ijarah mutahia bit tamlik, salam dan istisna’. Penilaian risiko ini mencakup 2
(dua) aspek, yaitu sebagai brikut :
1) Default
risk (risiko kebangkrutan). Yakni risiko yang terjadi pada first way out yang
dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:
a) Industry
risk yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh hal-hal
sebagai berikut:
-
Karakteristik masing-masing jenis usaha
yang bersangkutan
-
Riwayat eksposur pembiayaan yang
bersangkutan dibank konvensional dan pembiayaan yang bersangkutan dengan bank
syariah, terutama perkembangan non performing financing jenis usaha yang
bersangkutan.
-
Kinerja keungan jenis usaha yang
bersangkutan (industry financial standard).
b) Kondisi
internal perusahaan nasabah, seperti manajemen, organisasi, pemasaran, teknis
produksi dan keuangan.
c) Faktior
negatif lainnya yang mempengaruhi perusahan nasabah, seperti kondisi group
usaha, keadaan force manjeur, permasalahan hukum, pemogokan, kewajiban off
balance sheet
d) (L/C impor, bank garansi) market risk (forex
risk, interest risk, scurity risk), riwayat pembayaran (tunggakan kewajiban)
dan restrukturisasi pembiayaan.
2) Recovery
risk (risiko jaminan). Yakni risiko yang terjadi pada second way out yang
dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut.
a) Kesempurnaan
pengiktana jaminan.
b)
Nilai jual kemblai jaminan (marketability jaminan).
c)
Faktor negatif lainnya, misalnya tuntutan hukum pihak
lain atas jaminan, lamanya transaksi ulang jaminan.
d)
Kredibilitas penjamin (jika ada).
b.
Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty
Countracts (NUC). Yang dimaksud dengan analisi Risiko Terkait Pembiayaan
Berbasis Natural Uncertainty Countracts (NUC) adalah mengidentifikasi dan
menganalisis dampak dari seluruh risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan
yang diambil sudah memeprhitungkan risiko yang ada dari pembiayaan berbasis
NUC, seperti mudharabah dan musyarakah. Penilaian risiko ini mencakup 3 (tiga)
aspek, yaitu sebagai berikut:
1)
Business risk (risiko bisnis yang dibiayai) adalah risiko
yang terjadi pada first way out yang dipengaruhi oleh :
a)
Industri risk yaitu risiko yang terjadi pada jenis
usaha yang ditentukan oleh:
-
Karakteristik masing-masing jenis usaha yang
bersangkutan.
-
Kinerja keuangan jenis uasaha yang bersangkutan
(industry financial standard)
b)
Faktor negative lainnya yang mempengaruhi perusahaan
nasabah, seperti kondisi group usaha, keadaan force majeure, permasalahan
hukum, pemogokan, kewajiban off balance sheet (L/C impor, bank garansi), market
risk (forex risk, interest risk, scurity risk), riwayat pembayaran (tunggakan
kewajiban) dan restrukturisasi pembiayaan.
c) Shirinking
risk (resiko berkurangnya nilai pembiayaan). adalah risiko yang terjadi pada
second way out yang dipengaruhi oleh:
-
Unusual bisiness risk yaitu risiko bisnis yang
luar biasa yang ditentukan oleh :1) Penurunan drastis tingkat penjualan bisnis
yang dibiayai. 2) Penurunan drastis harga jula barang/jasa dari bisnis yang
dibiayai. 3) Penurunan drastis harga barang/jasa dari bisnis yang dibiayai.
-
Jenis bagi hasil yang dilakukan, apakah profit
and loss sharing atau revenue sharing. 1) Untuk jenis profit and loss sharing,
shirnking risk muncul bila terjadi loss sharing yang harus ditanggung oleh bank.
2) Untuk jenis revenue sharing, shirnking risk terjadi bila nasabah tidak mampu
menanggung biaya (nafaqah) yang seharusnya ditanggung nasabah, sehingga nasabah
tidak mampu melanjutkan usahanya.
-
Disaster risk yaitu keadaan force majeure yang
dampaknya sangat besar terhadap bisnis nasabah yang dibiayai bank.
d)
Character risk (risiko karakter buruk mudharib) yaitu
risiko yang terjadi pada third way out yang dipengaruhi oleh hal berikut:
-
Kelalaian nasabah dalam menjalankan bisnis yang
dibiayai bank
-
Pelanggaran ketentuan yang telah disepakati
sehingga nasabah dalam menjalankan bisnis yang dibiayai bank tidak lagi sesuai
dengan kesepakatan
-
Pengelolaan intenal perusahaan, seperti
manajemen, organisasi, pemasaran, teknis produksi, dan keuangan, yang tidak business
volume with too little capital). Keadaan ini akan menimbulkan krisis cash flow.
-
Adverse trading. Adverse trading terjadi ketika
nasabah mengembangkan bisnisnya dengan megambil kebijakan melakukan pengeluaran
tetap (fixed costs) yang besar setiap tahunnya, serta bermain dipasar yang
tingkat volume penjualannya tidak setabil. Perusahaan yang mempunyai
karakterstik seperti ini merupakan perusahaan yang secara potensial berada
dalam posisi yang lemah serta beresiko tinggi.
-
Liquidity run. Liquidity run terjadi ketika
nasabah mengalami kesulitan likuiditas karena kehilangan sumber pendapatan dan
peningkatan pengeluaran yang disebabkan oleh alasan yang tidak terduga. Kondisi
ini tentu saja akan mempengaruhi kemampuan nasabah dalam menyelesaikan
kewajibannya kepada pihak bank. Sekalipun tidak dapat memprediksi arus
likuiditas sebuah perusahaan, bank dapat menaksir apakah perusahaan tersebut
memiliki likuiditas yang cukup atau dapat memperoleh dana tambahan untuk
mempertahankan cash flow seperti sedia kala.
2. Risiko yang timbul dari komitmen kapital yang
berlebihan
Sebuah
perusahaan mungkin saja mengambil komitmen kapital yang berlebihan dan
menandatangani kontark untuk pengeluaran bersekala besar. Apabila tidak mampu
untuk meghargai komitmennya, bank dapat dipaksa untuk dilikuidasi. Bank maupun
suplier pembayaran perdagangan sering kali tidak mampu untuk mengontrol suatu
pengeluaran yang berlebihan dari sebuah perusahaan. Namun demikian, bank dapat
mencoba untuk memonitornya dengan melakukan analisis, misalnya, neraca
perusahaan tersebut yang terakhir dipublikasikan, dimana komitmen pengeluaran
kapital harus diungkap.
3. Risiko
yang timbul dari lemahnya analisis bank
Terdapat
tiga macam risiko yang timbul dari lemahnya analisis bank, yakni sebagai berikut:
a. Analisis
pembiayan yang keliru
Dalam
konteks ini, terjadi bukan karena perubahan kondisi nasabah yang tak terduga,
tetapi dikernakan memang sudah sejak awal nasabah yang bersangkutan beresiko
tinggi. Keputusan pembiayaan bisa jadi adalah keputusan yang tidak valid.
Kesalahan dalam pengambilan keputusan ini biasanya bersumber dari informasi
yang tersedia kurang akurat. Untuk mengatasi hal ini, bank memerlukan staf yang
terlatih dan berpengalaman dalam menyusun suatu pendekatan pembiayaan.
b. Creative
accounting
Creative
accounting merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kebijakan
akuntansi perusahaan yang memberikan keterangan yang menyesatkan tentang suatu
laporan posisi keuangan perusahaan. Dalam kasus ini, keuntugan dapat dibuat
agar terlihat lebih besar, aset terlihat lebuh bernilai, dan kewajiban dapat
disembunyikan dari neraca keuangan.
c. Karakter
nasabah
Terkadang
nasabah dapat memperdaya bank dengan sengaja menciptakan pembiayaan macet. Bank
perlu waspada terhadap kemungkinan ini dengan mencoba untuk membuat suatu
keputusan berdasarkan informasi objektif tentang karakter nasabah.
DAFTAR
PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar