Rabu, 25 Desember 2013

DEWAN SYARIAH NASIONAL (DSN) DAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS)



A.    Pengertian, Kedudukan, Status dan Anggota Dewan Syari’ah Nasional (DSN) serta Hubungannya dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS)
1.      Pengertian dan Kedudukan DSN
Dewan Syariah merupakan sebuah lembaga yang berperan dalam menjamin ke-Islaman keuangan syariah di seluruh dunia.
Di Indonesia, peran ini dijalankan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1998 dan dikukuhkan oleh SK Dewan Pimpinan MUI No. Kep-754/MUI/II/1999 tanggal 10 Februari 1999.
Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992  Tentang Perbankan (UU Perbankan No. 10 Tahun 1998), kegiatan dan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah semakin giat dilaksanakan, bahkan dalam  UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 telah memuat ketentuan tentang aktivitas ekonomi berdasarkan prinsip syariah. Hal inilah yang kemudian mempengaruhi pertumbuhan pesat aktivitas perekonomian yang berasaskan prinsip syariah. Termasuk yang mendorong berdirinya beberapa lembaga keuangan syariah.
Perkembangan pesat lembaga keuangan syariah tersebut memerlukan regulasi yang berkaitan dengan kesesuaian oprasional lembaga keuangan syariah dengan prinsip-prinsip syariah. Persoalan muncul karena institusi regulator yang mempunyai otoritas mengatur dan mengawasi lembaga keuangan syariah, yaitu Bank Indonesia (BI) dan kementrian keuangan tidak dapat melaksanakan otoritasnya dibidang syariah. Ke dua lembaga pemerintahan tersebut tidak memiliki otoritas untuk merumuskan prinsip-prinsip syariah secara langsung dari teks-teks keagamaan dalam bentuk peraturan (regulasi) yang bersesuaian untuk setiap lembaga keuangan syariah. Selain itu, lembaga tersebut tidak dibekali peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang otoritas dalam mengurus masalah syariah.
Berdasarkan hal teresebut, muncullah gagasan untuk dibentuk DSN, yang jauh sebelumnya memang sudah diwacanakan, tepatnya pada tanggal 19-20 Agustus tahun 1990 ketika acara lokakarya dan pertemuan yang membahas tentang bunga bank serta pengembangan ekonomi rakyat yang akhirnya merekomendasikan kepada pihak pemerintah agar memfasilitasi pendirian bank berdasarkan prinsip syariah. Sehingga pada 14 Oktober 1997 diselenggarakan lokakarya ulama tentang Reksadana Syariah, dan salah satu rekomendasinya adalah pembentukan DSN. Rekomendasi tersebut kemudian ditindak lanjuti sehingga tersusunlah DSN secara resmi pada tahun 1998.
DSN adalah lembaga yang dibentuk oleh MUI yang secara struktural berada dibawah MUI dan bertugas menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan ekonomi syariah, baik yang berhubungan langsung dengan lembaga keuangan syariah ataupun lainnya. Pada prinsipnya, pendirian DSN dimaksudkan sebagai usaha untuk efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi dan keuangan, selain itu DSN juga diharapkan dapat berperan sebagai pengawas, pengarah dan pendorong penerapan nilai-nilai prinsip ajaran islam dalam kehidupan ekonomi.
Berkaitan dengan perkembangan lembaga keuangan syariah itulah, keberadaan DSN beserta produk hukumnya mendapat legitimasi dari BI yang merupakan lembaga negara pemegang otoritas dibidang perbankan, seperti tertuang dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/1999, di mana pada pasal 31 dinyatakan: “untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan usahanya, bank umum syariah diwajibkan memperhatikan fatwa DSN”, lebih lanjut, dalam Surat Keputusan tersebut juga dinyatakan: “”demikian pula dalam hal bank akan melakukan kegiatan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 28 dan Pasal 29, jika ternyata kegiata usaha yang dimaksudkan belum difatwakan oleh DSN, maka wajib meminta persetujuan DSN sebelum melakukan usaha kegiatan tersebut”.
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/2/PBI/2009 (PBI) lebih mempertegas lagi posisi Dewan Pengawas Syariah (DPS) bahwa setiap usaha Bank Umum yang membuka Unit Usaha Syariah diharuskan mengangkat DPS yang tugas utamanya adalah memberi nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kesesuaian syariah. Sedangkan dalam ketentuan UUPS No. 21 Tahun 2008 tegas dinyatakan bahwa DPS diangkat dalam rapat umum pemegang saham atas rekomendasi MUI. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa DSN merupakan lembaga satu-satunya yang diberi amanat oleh undang-undang untuk menetapkan fatwa tentang ekonomi dan keuangan syariah, juga merupakan lembaga yang didirikan untuk memberikan ketentuan hukum islam kepada lembaga keuangan syariah dalam menjalanan aktivitasnya. Ketentuan tersebut sangatlah penting dan menjadi dasar hukum utama dalam perjalanan operasinya. Tanpa adanya ketentuan hukum, termasuk hukum islam, maka lembaga keuangan syariah akan kesulitan dalam menjalankan aktivitasnya
2.      Status & Anggota
Dewan Syariah Nasional adalah Dewan Yang dibentuk oleh MUI untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembagan keuangan syariah.
a.    DSN merupakan bagian dari MUI
b.    DSN membantu pihak terkait, seperti Depkeu, BI dan lain-lain dalam menyusun peraturan/ ketentuan untuk lembaga keuangan syariah.
c.    Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi, dan para pakar dalam bidang yang terkait dengan muamalah syariah.
d.   Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI dengan masa bakti sama dengan periode masa bakti pengurus MUI Pusat, (5 tahun).
3.      Dewan Syariah Nasional (DSN) & Hubungannya Dengan DPS
1.      Dengan berkembangnya Lembaga Keuangan Syariah, berkembang pula jumlah DPS yang berada pada masing-masing Lembaga tersebut.
2.      Terkadang muncul fatwa yang berbeda antara DPS satu lembaga dengan yang lainnya, dan hal seperti ini dikhawatirkan akan membingungkan umat.
3.      Oleh karenanya MUI menganggap perlu dibentuknya satu Dewan Syariah yang bersifat nasional, sekaligus membawahi seluruh Lembaga Keuangan Syariah.
4.      Lembaga ini kemudian dikenal dengan nama Dewan Syarian Nasional (DSN).
B.     Tugas dan Wewenang DSN
1.      Tugas DSN
a.       Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi, dan reksa dana.
b.      Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.

2.      Wewenang DSN
a.       Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.
b.      Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang seperti Departemen Keuangan dan BI.
c.       Memberikan rekomendasi dan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai DPS pada suatu lembaga keuangan syariah.
d.      Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam dan luar negeri.
e.       Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.
f.       Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.
C.    Mekanisme Kerja dan Penyerapan Fatwa Dewan Syariah Nasional
Adapun mekanisme kerja dewan syariah nasional adalah sebagai berikut:
1.      DSN mengesahkan rancangan fatwa yang diusulkan oleh Badan Pelaksana Harian DSN
2.      DSN melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan, atau bilamana diperlukan.
3.      Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bahwa lembaga keuangan syariah yang bersangkutan telah/tidak memenuhi segenap ketentuan syariah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
Mekanisme penyerapan fatwa DSN sebagai regulasi lembaga keuangan syariah, diatur dalam Pasal 26 UUPS No. 21 Tahun 2008:
1.      Kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21, dan/atau produk jasa syariah wajib tunduk pada Prinsip Syariah.
2.      Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia.
3.      Fatwa sebagaimana dimaksud ayat (2) dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia.
4.      Dalam rangka penyusunan Peraturan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud ayat (2), Bank Indonesia membentuk komite perbankan syariah.
5.      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, keanggotaan dan tugas komite perbankan syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Lembaran Negara Republik Indonesia 1998 Nomor 182.

Profil MUI”, Jum’at 8 Mei 2009, <http://www.mui.or.id>,  (11 Januari 2013).

http://maxzhum.wordpress.com/2009/04/22/fungsi-dewan-syariah-nasional-dan-dewan-pengawas-syariah/

http://www.takaful.com

0 komentar:

Posting Komentar