Minggu, 02 Februari 2014

Persepsi Masyarakat terhadap Perbankan Syariah


A.    Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan syariah atau prinsip agama Islam. Sesuai dengan prinsip Islam yang melarang sistem bunga atau riba yang memberatkan, maka bank syariah beroperasi berdasarkan kemitraan pada semua aktivitas bisnis atas dasar kesetaraan dan keadilan.
Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional, antara lain :
1.      Perbedaan Falsafah
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil. Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan melalu bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound interest dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak seperti efek bola salju pada cerita di awal artikel ini. Sangat menguntungkan saya tapi berakibat fatal untuk banknya. Riba, sangat berpotensi untuk mengakibatkan keuntungan besar disuatu pihak namun kerugian besar dipihak lain, atau malah ke dua-duanya.
2.      Konsep Pengelolaan Dana Nasabah
Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana deposito merupakan upaya mem-bungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja si nasabah membutuhkan, maka bank syariah harus dapat memenuhinya, akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Karena pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut diinvestasikan, maka karena konsep investasi adalah usaha yang menanggung risiko, artinya setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan, didalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian, maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling berbagi baik keuntungan maupun risiko.
Sesuai dengan fungsi bank sebagai intermediary yaitu lembaga keuangan penyalur dana nasabah penyimpan kepada nasabah peminjam, dana nasabah yang terkumpul dengan cara titipan atau investasi tadi kemudian, dimanfaatkan atau disalurkan ke dalam traksaksi perniagaan yang diperbolehkan pada sistem syariah. Hasil keuntungan dari pemanfaatan dana nasabah yang disalurkan ke dalam berbagai usaha itulah yang akan dibagikan kepada nasabah. Hasil usaha semakin tingi maka semakin besar pula keuntungan yang dibagikan bank kepada dan nasabahnya. Namun jika keuntungannya kecil otomatis semakin kecil pula keuntungan yang dibagikan bank kepada nasabahnya. Jadi konsep bagi hasil hanya bisa berjalan jika dana nasabah di bank di investasikan terlebih dahulu kedalam usaha, barulah keuntungan usahanya dibagikan. Berbeda dengan simpanan nasabah di bank konvensional, tidak peduli apakah simpanan tersebut di salurkan ke dalam usaha atau tidak, bank tetap wajib membayar bunganya.
Dengan demikian sistem bagi hasil membuat besar kecilnya keuntungan yang diterima nasabah mengikuti besar kecilnya keuntungan bank syariah. Semakin besar keuntungan bank syariah semakin besar pula keuntungan nasabahnya. Berbeda dengan bank konvensional, keuntungan banknya tidak dibagikan kepada nasabahnya. Tidak peduli berapapun jumlah keuntungan bank konvesional, nasabah hanya dibayar sejumlah prosentase dari dana yang disimpannya saja.
3.      Kewajiban Mengelola Zakat
Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikannya dan mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat. Infak, sedekah)

4.      Struktur Organisasi
Di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah, DSN dapat memberikan teguran jika lembaga yang bersangkutan menyimpang. DSN juga dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk memberikan sangsi.
5.      Bagaimana Nasabah Mendapat Keuntungan
Jika bank konvensional membayar bunga kepada nasabahnya, maka bank syariah membayar bagi hasil keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Kesepakatan bagi hasil ini ditetapkan dengan suatu angka ratio bagi hasil atau nisbah. Nisbah antara bank dengan nasabahnya ditentukan di awal, misalnya ditentukan porsi masing-masing pihak 60:40, yang berarti atas hasil usaha yang diperolah akan didisitribusikan sebesar 60% bagi nasabah dan 40% bagi bank. Angka nisbah ini dengan mudah Anda dapatkan informasinya dengan bertanya ke customer service atau datang langsung dan melihat papan display “ Perhitugan dan Distribusi Bagi Hasil” yang ada di cabang bank syariah. (Kusuma Asda Sandra)
Atau dalam pendapat lain dikemukakan perbedaan dari kedua jenis perbankan tersebut yaitu:
Perbankan Konvesional :
a.       System pendapatan berupa bunga yang sudah ditentukan dimuka  oleh bank
b.      Hubungan antara nasabah dan bank adalah kreditur – debitur
c.       Dana nasabah diinvestasikan pada aset-aset yang sesuai dengan kebijakan
d.      Prinsip dasar penghimpunan dana dan penyaluran dana dari masyarakat tidak ada
Perbankan Syariah :
a.       System pendapatan bukan dengan bunga tetapi dengan prinsip : mudarabah  (bagi hasil) waidah (titipan),ijarah (sewa), murabahah (penjualan kembali)
b.      Hubungan antara nasabah dengan bank adalah hubungan kemitraan
c.       Dana nasabah diinvestasikan pada aset-aset yang sesuai dengan prinsip syariah (syariah complaiance)
d.      Prinsip dasar penghimpunan dana dan penyaluran dana dari masyarakat  harus sesuai dengan fatwa dewan syariah.
B.     Persepsi Masyarakat terhadap Perbankan Syariah
Nada sinisme masih sering terdengar sebagian besar umat Islam terhadap perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya, misalnya perbedaan bank syariah dengan bank konvensional hanya kosa kata belaka yaitu “bunga “ diganti dengan “bagi hasil”.  Umumnya orang hanya tahu bahwa bank syariah adalah bank tanpa bunga dan tidak tahu sama sekali mengenai mekanisme “bagi hasil” sehingga sering bertanya-tanya kalau menabung di bank syariah dan tidak mendapatkan bunga lalu saya mendapat apa?. Disisi lain  menurut persepsi mereka yang namanya bagi hasil pasti nilainya lebih kecil dari bunga bank.
Sementara  bank syariah dengan sistim bagi hasil tidak memberikan kepastian pendapatan sebagaimana bunga bank konvensional memberikan kepastian pendapatan. Sedang menurut sebagian pedagang yang membutuhkan pinjaman, menyatakan kredit di bank syariah prosesnya rumit dan berbelit-belit. Bank syariah juga masih dipandang sebagai lembaga sosial seperti menyalurkan zakat dan memberikan uang tanpa perlu mengembalikan.
Ada pula yang berpendapat suku bunga di bank konvensinal bukan riba selama tidak melebihi tingkat inflasi sekitar 10% seperti sekarang ini, sehingga suku bunga bank 10% atau kurang dari 10% berarti bukan riba. Bunga itu  hanya penggantian terhadap nilai uang yang turun dari akibat inflasi tadi?. Argumentasi ini menjadi alasan mengapa lebih memilih bank konvensional.
Suara sumbangpun masih sering terdengar dari sebagian umat Islam dengan menyebut bank syariah hanya mengeksploitir rasa sentiment keagamaan saja. Tak dipungkiri diterapkannya konsep bank syariah di Indonesia mengundang nada sinis dikalangan umat Islam sendiri. Sebagai pendatang baru di blantika perbankan, konsep bank syariah menghadapi situasi sulit, umat Islam yang awam dengan budaya perbankan dan masyarakat  yang hidup dalam cengkeraman ekonomi kapitalis sejak ratusan abad.
Kesalah pahaman terhadap perbankan syariah dan lembaga Keuangan syariah lainnya menunjukkan belum meratanya sosialisasi informasi perbankan syariah dan lembaga Keuangan Syariah lainnya. Banyak masyarakat yang belum memahami secara benar apa itu lembaga Keuangan syariah, system yang dipakai, jenis produknya, serta apa keunggulan lembaga keuangan syariah bila dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional.
Bahkan dalam Republika edisi Jum’at 23 Nopember 2007 lalu, di kolom berita Ekonomi Syariah, Gubernur Sumatera Barat, Gamawan Fauzi, berdasarkan hasil wawancara dengan Antara, mengeluarkan pernyataan yang cukup mengejutkan mengenai praktik bank syariah di daerahnya. Orang nomor satu di Sumatera Barat ini menyatakan, "Bank Syariah kan tidak boleh mematok bunga, tapi kenyataannya justru itu terjadi” dan "Ini kan tidak konsisten namanya”. Kemudian ia menambahkan, “Mestinya dalam sistem syariah, risiko dan keuntungan ditanggung bersama,". Dua pernyataan di atas, menurut hemat penulis menggambarkan persepsi umum masyarakat terhadap bank syariah yang ternyata juga menghinggapi para pemimpin di daerah. Sebagai orang nomor satu di propinsi dengan slogan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS BSK), tentu, pernyataan tadi dapat berdampak pada keengganan masyarakat untuk menjadi nasabah dan mendapatkan pembiayaan dari perbankan syariah. Apalagi melihat kondisi masyarakat di Sumbar seperti yang dituturkan oleh Pimpinan Bank Indonesia Regional Padang, Uun S. Gunawan (Republika Ahad (27/11)), bahwa pertumbuhan perbankan syariah di Sumbar tergolong lambat. Kendati potensinya cukup besar karena mayoritas warga adalah muslim. Hal itu akibat masih sulitnya merubah pola fikir masyarakat untuk memilih bank syariah ini. Masyarakat, hingga kini masih terbiasa dengan bank konvensional, dibandingkan bank syariah.
Pernyataan yang diungkapkan oleh tokoh Penerima Bung Hatta Award 2004 di atas mengandung dua masalah penting dalam perbankan syariah dan dipersepsikan salah oleh masyarakat awam. Pertama, mengenai benchmark pembiayaan dan bagi hasil dengan tingkat suku bunga (interest rate) yang berlaku umum (di Indonesia misalnya BI rate atau LIBOR di level internasional). Masalah kedua adalah pembiayaan pada perbankan syariah yang dipersepsikan hanya menganut prinsip bagi hasil.
Benchmark adalah hal yang umum di praktikkan dalam dunia bisnis termasuk perbankan. Menurut ventureline.com, benchmark is a study to compare actual performance to a standard of typical competence; or, a standard for the basis of comparison as being above, below or comparable to. (Benchmark adalah studi untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar kompentensi atau suatu standar untuk basis perbandingan). Berdasarkan definisi di atas, untuk mengukur kinerja maka dibutuhkan suatu alat ukur yang valid dan diterima oleh banyak pihak. Dalam dunia perbankan, BI rate atau LIBOR digunakan sebagai basis tingkat bunga dalam pinjaman antar bank dalam pasar uang. Selanjutnya, basis ini dipakai mengukur tingkat suku bunga yang akan dikenakan dalam pinjaman dan diberikan oleh bank kepada peminjam dan deposan. Mengingat kedua tingkat suku bunga di atas sudah diterima secara umum di kalangan perbankan, maka pemakaiannya pun sudah dianggap biasa, termasuk untuk perbankan syariah. Namun yang membedakan pemakaian benchmark pada bank konvensional dan perbankan syariah adalah, pada bank konvensional benchmark digunakan sebagai basis untuk tingkat bunga kredit dan deposito, sedangkan pada perbankan syariah benchmark hanya digunakan sebagai panduan dan informasi bagi bank dan nasabah mengenai tingkat bagi hasil yang kompetitif
Bank syariah adalah institusi bisnis yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Disini perlu dipahami bahwa bank syariah, seperti organisasi bisnis lainnya, memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan secara optimal, namun dengan memperhatikan kaedah dan etika bisnis menurut syariah Islam, misalnya larangan untuk mengambil atau membayarkan bunga (riba), memberikan pembiayaan untuk perusahaan yang memproduksi barang-barang haram dan berinvestasi pada surat berharga yang tidak memenuhi kriteria syariah (Sharia compliant). Jadi yang harus dipahami adalah, bank syariah bukanlah lembaga sosial yang bertugas membagi-bagikan sumbangan tanpa harus dikembalikan. Dua ulama ternama seperti Maulana Taqi Usmani dari Pakistan dan Syeikh Nizam Yaqoobi dari Bahrain memberikan pendapat membolehkan perbankan syariah melakukan benchmark dengan tingkat suku bunga yang berlaku seperti BI rate dan LIBOR. Analogi yang mereka pakai yaitu, misalnya, ada dua orang yang membuka usaha menjual minuman. Orang pertama menjual minuman beralkohol dan mematok margin keuntungan 20 persen. Singkat cerita, orang pertama tadi berhasil dengan usahanya, kemudian orang kedua tertarik untuk membuka usaha penjualan minuman juga, namun karena ketaatannya pada agama, ia menjual minuman yang halal dan tidak mengandung alkohol dan mematok margin keuntungan 20 persen. Dari analogi tersebut, orang pertama menurut pandangan Islam berdosa karena berniaga dengan menjual produk yang diharamkan agama, sedangkan orang kedua malah dapat memperoleh pahala karena membuka usaha menjual produk yang dihalalkan agama, meskipun mematok tingkat margin keuntungan yang sama. Meskipun begitu, Syeikh Nizam menambahkan, bahwa jika memang di antara perbankan syariah dapat diterapkan suatu standar yang diterima secara umum meskipun hanya untuk suatu negara, maka itu akan lebih baik dibandingkan hanya bersandar kepada LIBOR.
Bagi Hasil. Ketika pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat, perbankan syariah memiliki asosiasi yang kuat dengan sistim bagi hasil. Namun dalam praktiknya, perbankan syariah tidak hanya menawarkan produk pembiayaan dan tabungan dengan prinsip bagi hasil (Mudharabah dan Musyarakah), namun juga ada jual beli tangguh (Murabahah), Salam, Istisna dan Ijarah. Produk dengan akad bagi hasil memang belum mendominasi porsi pembiayaan pada bank syariah, namun dengan berjalannya waktu, menurut Statistik Perbankan Syariah September 2007 yang diterbitkan oleh Bank Indonesia,  ada satu hal yang patut dicatat, bahwa untuk proporsi pembiayaan, khususnya untuk yang berbasis bagi hasil (misalnya Mudharabah dan Musyarakah), juga terjadi peningkatan sebesar 43,4% dalam periode tersebut. Berarti telah terjadi kenaikan yang cukup signifikan pada pola pembiayaan perbankan syariah, dimana proporsi pembiayan berbasis bagi hasil telah mencapai 35,85% dari total seluruh pembiayaan yang dikeluarkan oleh perbankan syariah pada periode September 2007.
Pola pembiayaan berbasis bagi hasil, meskipun merupakan jenis  pembiayaan yang lebih adil, namun, memiliki risiko yang lebih besar daripada jenis pembiayaan lain seperti Murabahah. Risiko itu antara lain, risiko kegagalan proyek yang dibiayai, dimana bank ikut menanggung kerugian, kemudian risiko dari pelaksana (Mudharib) yang berpotensi melakukan kecurangan pelaporan sehingga menaikkan biaya dan berakibat pada rendahnya pendapatan atau keuntungan yang akan dibagi antara bank syariah dengan pelaksana. Dengan tingginya risiko pada pembiayaan bagi hasil, maka bank syariah harus berhati-hati dalam memberikan pembiayaan jenis tersebut. Sehingga tidak setiap pengusaha atau nasabah yang mengajukan pembiayaan kepada bank syariah akan mendapat pembiayaan bagi hasil.
Peran Serta Semua Pihak
Fakta lain yang ikut membentuk persepsi masyarakat terhadap Lembaga Keuangan Syariah, yaitu komunikasi atau promosi yang dilakukan lembaga keuangan syariah kurang maksimal. Padahal promosi  sangat efektif untuk sosialisasi, membentuk image dan merubah  perilaku masyarakat menuju  system keuangan syariah. Banyak faktor penyebab Lembaga Keuangan Syariah kurang berpromosi dalam rangka meningkatkan penjualan diantaranya  anggaran promosi yang relative masih kecil, bila dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional. Disamping keterbatasan lain seperti  SDM Lembaga Keuangan syariah.
Hal ini menjadi tantangan Perbankan syariah dan Lembaga Keuangan syariah lainnya, namun juga ujian bagi umat Islam secara keseluruhan mulai dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) , ormas-ormas Islam, Parpol Islam, para akademisi, cendekiawan muslim serta seluruh komponen umat Islam yang mempunyai komitmen terhadap perkembangan ekonomi syariah untuk mensosialisasikan secara  merata agar masyarakat sadar dan memahami secara benar terhadap Perbankan Syariah dan  Lembaga Keuangan Syariah lainnya. Ini merupakan kerja besar yang memerlukan waktu, kebersamaan dan sinergi, usaha serius serta dana yang tidak sedikit .
Perbankan Syariah di Indonesia mengalami pertumbuhan yang stabil walaupun tidak secepat di negara lain misalnya Malaysia dan Timur Tengah. Hal ini disebabkan oleh bertubi-tubinya kritikan yang tidak sehat kepada lembaga keuangan baru ini yang tidak dialami oleh Perbankan Konvensional. Jadi ada semacam ketidakadilan perlakuan terhadap Perbankan Syariah, dimana disatu sisi diharapkan dapat mencetak laba, disisi lain diharuskan untuk selalu melakukan akad bagi hasil.
Melihat fenomena itu, terutama untuk menjembatani perbedaaan persepsi antara masyarakat dengan perbankan syariah, maka perlu dilakukan sosialisasi secara terus menerus untuk mencapai titik temu sehingga tercapai pemahaman mengenai perbankan syariah yang benar. Oleh karena itu dituntut kerja sama Bank Indonesia, perbankan syariah, pemerintah pusat dan daerah, MUI dan dunia pendidikan untuk bersinergi memberikan pendidikan mengenai konsep perbankan syariah kepada masyarakat. Sehingga kita harapkan tidak lagi terdengar kritikan negatif terhadap bank syariah yang bersumber dari ketidaktahuan.

DAFTAR PUSTAKA
file:///F:/Operasional/Meluruskan%20Persepsi%20Masyarakat%20Terhadap%20Bank%20Syariah.htm

2 komentar:




  1. Saya selalu berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan peminjam yang meminjamkan uang tanpa membayar terlebih dahulu.

    Jika Anda mencari pinjaman, perusahaan ini adalah semua yang Anda butuhkan. setiap perusahaan yang meminta Anda untuk biaya pendaftaran lari dari mereka.

    saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah SUZAN INVESTMENT COMPANY. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir Rp15 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.

    Pembayaran yang fleksibel,
    Suku bunga rendah,
    Layanan berkualitas,
    Komisi Tinggi jika Anda memperkenalkan pelanggan

    Hubungi perusahaan: (Suzaninvestment@gmail.com)

    Email pribadi saya: (Ammisha1213@gmail.com)

    BalasHapus



  2. Saya selalu berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan peminjam yang meminjamkan uang tanpa membayar terlebih dahulu.

    Jika Anda mencari pinjaman, perusahaan ini adalah semua yang Anda butuhkan. setiap perusahaan yang meminta Anda untuk biaya pendaftaran lari dari mereka.

    saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah SUZAN INVESTMENT COMPANY. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir Rp15 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.

    Pembayaran yang fleksibel,
    Suku bunga rendah,
    Layanan berkualitas,
    Komisi Tinggi jika Anda memperkenalkan pelanggan

    Hubungi perusahaan: (Suzaninvestment@gmail.com)

    Email pribadi saya: (Ammisha1213@gmail.com)

    BalasHapus