LANDASAN AQIDAH,
MORAL DAN YURIDIS
DALAM
PENGEMBANGAN EKONOMI ISLAM
Oleh: Jasri, SE.Sy.,
ME.
A.
Islam
Agama yang Sempurna
Islam
adalah satu-satunya agama yang mempunyai berbagai dimensi yang dapat menjawab
berbagai persoalan asasi ummat manusi sepanjang masa, termasuk masa kini dan
masa yang akan datang. Maka dari itu Islam adalah agama yang paling benar dan
di ridhoi Allah seperti pada firmanya dalam QS. al-Imran/3:19:
إِنَّ
ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلۡإِسۡلَٰمُۗ وَمَا ٱخۡتَلَفَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ
إِلَّا مِنۢ بَعۡدِ مَا جَآءَهُمُ ٱلۡعِلۡمُ بَغۡيَۢا بَيۡنَهُمۡۗ وَمَن يَكۡفُرۡ
بَِٔايَٰتِ ٱللَّهِ فَإِنَّ ٱللَّهَ سَرِيعُ ٱلۡحِسَابِ ١٩
Terjemahnya:
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah
hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi al Kitab kecuali
sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di
antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka
sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.[1]
Islam
membawa ajaran dasar tauhid, akhlak, dan ajaran yang berhubungan dengan aspek
jiwa, akal, materi dan sosial. Islam agama yang sesuai dengan kefitrahan manusia.
Fitrah manusia itu ialah sejauh apa pun ia berjalan menyelisihi fitrah
kemanusianya, ia akan berusaha mencari jalan kembali. Fitrah manusia adalah
pada al-Khair (jalan kebaikan),
dimana al-Khair itu adalah al-Islam.
Islam memberikan pada manusia aturan-aturan hukum yang luhur dan teguh serta
moralitas yang berdasar pada pengetahuan yang luar tentang alam insani. Islam
memberikan sumber ketentraman jiwa bagi manusia di dunia dalam perjuangan hidup.[2]
Syari'at
Islam adalah syari'at yang lengkap karena mengatur seluruh urusan manusia
seperti ibadah, ekonomi, sosial, politik, pemerintahan, pendidikan dan yang
lainnya. Agama Islam menghormati akal manusia meletakkan akal pada tempat yang
terhormat, menyuruh manusia mempergunakan akal manusia untuk memerika dan
memikirkan keadaan alam. Secara umum sistem Islam mengatur setidaknya tiga hal,
yaitu:[3]
1. Hukum-hukum yang berkenaan dengan individu dan
al Khaliq, yakni Allah (hablum minallah)
seperti ibadah yang meliputi shalat, puasa, zakat, haji dan jihad.
2. Mengatur hubungan individu dengan individu yang
lainnya dalam masyarakat (hablum minanasi)
seperti urusan muamalah/niaga, pendidikan, sosial, politik, dan hukum lainnya
3. Mengatur berpakain, makan, minum, dan termasuk
di antaranya akhlak.
B.
Prinsip-Prinsip Ekonomi
Islam
Islam sebagai agama Allah,
mengatur kehidupan manusia baik kehidupan di dunia maupun akhirat. Perekonomian
adalah bagian dari kehidupan manusia, maka tentulah hal ini ada dalam sumber
yang mutlak yaitu Al-Qur‟an dan As-Sunnah, yang menjadi panduan dalam menjalani
kehidupan.
Ada tiga asas filsafat
ekonomi Islam, yaitu: 1) Semua yang ada di alam semesta ini adalah milik Allah
SWT, manusia hanyalah kholifah yang
memegang amanah dari Allah untuk menggunakan milik-Nya. Sehingga segala
sesuatunya harus tunduk pada Allah sang pencipta dan pemilik, 2) untuk dapat
melaksanakan tugasnya sebagai khalifah
Allah, manusia wajib tolong-menolong dan saling membantu dalam melaksanakan
kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk beribadah kepada Allah, 3) beriman kepada
hari kiamat, yang merupakan asas penting dalam suatu sistem
ekonomi Islam karena dengan keyakinan ini tingkah laku ekonomi manusia akan
dapat terkendali sebab ia sadar bahwa semua perbuatannya akan dimintai
pertanggungjawaban kelak oleh Allah SWT.[4]
Terdapat beberapa prinsif yang harus dipegang
teguh dalam menjalankan ekonomi Islam. Prinsip-prinsip ekonomi Islam membangun
keseluruhan kerangka yang jika diibaratkan sebagai sebuah bangunan sebagaimana
divisualisasikan oleh Adiwarman sebagai berikut:[5]
Bangunan ekonomi Islam di bangun dasar lima
nilai universal, yakni: tauhid
(keimanan), adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintah) dan ma’ad (hasil). Kelima nilai ini menjadi
dasar inspirasi untuk menyusun teori-teori ekonomi Islam.[6]
Namun, teori yang kuat dan baik tanpa diterapkan
menjadi sistem, akan menjadikan ekonomi Islam hanya sebagai kajian ilmu saja
tanpa memberi dampak pada kehidupan ekonomi. Karena itu, dari kelima
nilai-nilai universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip derifatif yang menjadi
ciri-ciri dan cikal bakal sistem ekonomi Islami. Ketiga prinsip derivatif itu adalah multitype owership,
freedom to act, dan social justice.[7]
Di atas semua nilai dan prinșip yang telah di
uraikan di atas, dibangunlah konsep yang memayungi kesemuanya yakni konsep
akhlak. Akhlak menepati posisi puncak, karena inilah yang menjadi tujuan Islam
dan dakwah para Nabi, yakni untuk menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak inilah
yang menjadi panduan para pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan
aktivitasnya.
[8]
Nilai-nilai tauhid (keesaan Tuhan), adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintah), dan ma'ad (hasil) menjadi inspirasi untuk membangun teori-teori ekonomi Islami.
1.
Tauhid
Prinsip tauhid mengandung dua pengertian, yakni
tauhid uluhiyyah dan tauhid rububiyyah. Tauhid uluhiyyah adalah keyakinan akan
keesaan Allah dan kesadaran bahwa seluruh yang ada di alam ini adalah
milik-Nya. Prinsip ini menegaskan bahwa Allah adalah Tuhan pencipta, pengatur,
dan pemilik jagat raya dengan segala yang ada di dalam-Nya. Tauhid rububiyyah
adalah suatu keyakinan bahwa Allah saja yang menentukan rizki untuk segenap
makhluk-Nya, dan hanya Dialah yang membimbing setiap manusia yang percaya
pada-Nya, kepada keberhasilan.[11]
2.
'Adl
Prinsip
keadilan mencakup seluruh aspek kehidupan, sebagaimana Allah memerintahkan
berbuat adil di antara sesama manusia dalam banyak ayat, antara lain dalam QS.
An-Nahl (16): 90: “Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat
dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu
agar dapat mengambil pelajaran.” Perintah serupajuga terdapat dalam
Al-Qur'an QS. al-Hasyr (59): 7 dan QS. al-Maidah (5).[12]
Asas
ini berkaitan dengan asas kesamaan, meskipun keduanya tidak sama dan merupakan
lawan dari kezaliman. Salah satu bentuk kezaliman adalah mencabut hak-hak
kemerdekaan orang lain dan/atau tidak memenuhi kewajiban terhadap akad yang
dibuat. Sebagaimana QS. al-A'raf (7): 29: “Katakanlah:
Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan. Dan (katakanlah): luruskanlah muka
(diri) mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan
ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kami pada permulaan
(demikian pulalah kamu akan kembali kepada-Nya).[13]
Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa
pelaku ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu
merugikan orang lain atau merusak alam. Tanpa keadilan, manusia akan..... (continue)
[1]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, QS.
Ali-Imran/3: 19.
[2]Muhammad
Nizar, “Landasan Aqidah, Moral, dan Yuridis dalam Pengembangan Ekonomi Islam”, Makalah Seminar, (Ekonomi Islam,
Fakultas Agama Islam, Universitas Yudharta Pasuruan, 2012), h.3-4.
[4]Hernik
Khoirun Nisak, “Hubungan Ekonomi Islam dengan Aqidah Islam”, Jurnal Paradigma Vol. 2 No 1 (November 2015), h.8.
[7]Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam: Sejarah, Konsep, Instrumen,
Negara dan Pasar, (Cet. Ke-3; Jakarta: Pt. RajaGrapindo Persada, 2014), h.
25.
[8]Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam: Sejarah, Konsep, Instrumen,
Negara dan Pasar, h.25.
[9] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, QS
Al-Baqarah: 107.
[10] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, QS Al-An'am:
2.
[12]Abdul Shomad, Hukum Ekonomi, Penormaan Prinsif Syariat dalam Hukum Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2010), h.76-77 dalam Amran Suadi, Penyelesaian
Sengketa Ekonomi Syariah (Penemuan dan Kaidan Hukum), (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2018), h.5.
[13]Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi
di Lembaga Keuangan Syariat, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.20.
0 komentar:
Posting Komentar