Senin, 16 September 2019

LANDASAN AQIDAH, MORAL DAN YURIDIS DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI ISLAM


LANDASAN AQIDAH, MORAL DAN YURIDIS
DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI ISLAM
Oleh: Jasri, SE.Sy., ME.
A.    Islam Agama yang Sempurna
Islam adalah satu-satunya agama yang mempunyai berbagai dimensi yang dapat menjawab berbagai persoalan asasi ummat manusi sepanjang masa, termasuk masa kini dan masa yang akan datang. Maka dari itu Islam adalah agama yang paling benar dan di ridhoi Allah seperti pada firmanya dalam QS. al-Imran/3:19:
إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلۡإِسۡلَٰمُۗ وَمَا ٱخۡتَلَفَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ إِلَّا مِنۢ بَعۡدِ مَا جَآءَهُمُ ٱلۡعِلۡمُ بَغۡيَۢا بَيۡنَهُمۡۗ وَمَن يَكۡفُرۡ بِ‍َٔايَٰتِ ٱللَّهِ فَإِنَّ ٱللَّهَ سَرِيعُ ٱلۡحِسَابِ ١٩
Terjemahnya:
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.[1]
Islam membawa ajaran dasar tauhid, akhlak, dan ajaran yang berhubungan dengan aspek jiwa, akal, materi dan sosial. Islam agama yang sesuai dengan kefitrahan manusia. Fitrah manusia itu ialah sejauh apa pun ia berjalan menyelisihi fitrah kemanusianya, ia akan berusaha mencari jalan kembali. Fitrah manusia adalah pada al-Khair (jalan kebaikan), dimana al-Khair itu adalah al-Islam. Islam memberikan pada manusia aturan-aturan hukum yang luhur dan teguh serta moralitas yang berdasar pada pengetahuan yang luar tentang alam insani. Islam memberikan sumber ketentraman jiwa bagi manusia di dunia dalam perjuangan hidup.[2]
Syari'at Islam adalah syari'at yang lengkap karena mengatur seluruh urusan manusia seperti ibadah, ekonomi, sosial, politik, pemerintahan, pendidikan dan yang lainnya. Agama Islam menghormati akal manusia meletakkan akal pada tempat yang terhormat, menyuruh manusia mempergunakan akal manusia untuk memerika dan memikirkan keadaan alam. Secara umum sistem Islam mengatur setidaknya tiga hal, yaitu:[3]
1.      Hukum-hukum yang berkenaan dengan individu dan al Khaliq, yakni Allah (hablum minallah) seperti ibadah yang meliputi shalat, puasa, zakat, haji dan jihad.
2.      Mengatur hubungan individu dengan individu yang lainnya dalam masyarakat (hablum minanasi) seperti urusan muamalah/niaga, pendidikan, sosial, politik, dan hukum lainnya
3.      Mengatur berpakain, makan, minum, dan termasuk di antaranya akhlak.
B.     Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Islam sebagai agama Allah, mengatur kehidupan manusia baik kehidupan di dunia maupun akhirat. Perekonomian adalah bagian dari kehidupan manusia, maka tentulah hal ini ada dalam sumber yang mutlak yaitu Al-Qur‟an dan As-Sunnah, yang menjadi panduan dalam menjalani kehidupan.
Ada tiga asas filsafat ekonomi Islam, yaitu: 1) Semua yang ada di alam semesta ini adalah milik Allah SWT, manusia hanyalah kholifah yang memegang amanah dari Allah untuk menggunakan milik-Nya. Sehingga segala sesuatunya harus tunduk pada Allah sang pencipta dan pemilik, 2) untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah, manusia wajib tolong-menolong dan saling membantu dalam melaksanakan kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk beribadah kepada Allah, 3) beriman kepada hari kiamat, yang merupakan asas penting dalam suatu sistem ekonomi Islam karena dengan keyakinan ini tingkah laku ekonomi manusia akan dapat terkendali sebab ia sadar bahwa semua perbuatannya akan dimintai pertanggungjawaban kelak oleh Allah SWT.[4]
Terdapat beberapa prinsif yang harus dipegang teguh dalam menjalankan ekonomi Islam. Prinsip-prinsip ekonomi Islam membangun keseluruhan kerangka yang jika diibaratkan sebagai sebuah bangunan sebagaimana divisualisasikan oleh Adiwarman sebagai berikut:[5]



Bangunan ekonomi Islam di bangun dasar lima nilai universal, yakni: tauhid (keimanan), adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintah) dan ma’ad (hasil). Kelima nilai ini menjadi dasar inspirasi untuk menyusun teori-teori ekonomi Islam.[6]
Namun, teori yang kuat dan baik tanpa diterapkan menjadi sistem, akan menjadikan ekonomi Islam hanya sebagai kajian ilmu saja tanpa memberi dampak pada kehidupan ekonomi. Karena itu, dari kelima nilai-nilai universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip derifatif yang menjadi ciri-ciri dan cikal bakal sistem ekonomi Islami. Ketiga prinsip derivatif itu adalah multitype owership, freedom to act, dan social justice.[7]
Di atas semua nilai dan prinșip yang telah di uraikan di atas, dibangunlah konsep yang memayungi kesemuanya yakni konsep akhlak. Akhlak menepati posisi puncak, karena inilah yang menjadi tujuan Islam dan dakwah para Nabi, yakni untuk menyempurnakan akhlak manusia. Akhlak inilah yang menjadi panduan para pelaku ekonomi dan bisnis dalam melakukan aktivitasnya. [8]

Nilai-nilai tauhid (keesaan Tuhan), adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintah), dan ma'ad (hasil) menjadi inspirasi untuk membangun teori-teori ekonomi Islami.
1.     Tauhid
Tauhid merupakan fondasi ajaran Islam. Dengan tauhid, manusia menyaksikan bahwa “Tiada sesuatupun yang layak disembah selain Allah”, dan “tidak ada pemilik langit, bumi dan isinya, selain dari pada Allah”[9] karena Allah adalah pencipta alam semesta dan isinya[10] dan sekaligus pemiliknya, termasuk pemilik manusia dan seluruh sumber daya yang ada. Karena Itu, Allah adalah pemilik hakiki. Mausia hanya diberi amanah untuk “memiliki” untuk sementara waktu, sebagai ujian bagi mereka.
Prinsip tauhid mengandung dua pengertian, yakni tauhid uluhiyyah dan tauhid rububiyyah. Tauhid uluhiyyah adalah keyakinan akan keesaan Allah dan kesadaran bahwa seluruh yang ada di alam ini adalah milik-Nya. Prinsip ini menegaskan bahwa Allah adalah Tuhan pencipta, pengatur, dan pemilik jagat raya dengan segala yang ada di dalam-Nya. Tauhid rububiyyah adalah suatu keyakinan bahwa Allah saja yang menentukan rizki untuk segenap makhluk-Nya, dan hanya Dialah yang membimbing setiap manusia yang percaya pada-Nya, kepada keberhasilan.[11]
2.      'Adl
Prinsip keadilan mencakup seluruh aspek kehidupan, sebagaimana Allah memerintahkan berbuat adil di antara sesama manusia dalam banyak ayat, antara lain dalam QS. An-Nahl (16): 90: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar dapat mengambil pelajaran.” Perintah serupajuga terdapat dalam Al-Qur'an QS. al-Hasyr (59): 7 dan QS. al-Maidah (5).[12]
Asas ini berkaitan dengan asas kesamaan, meskipun keduanya tidak sama dan merupakan lawan dari kezaliman. Salah satu bentuk kezaliman adalah mencabut hak-hak kemerdekaan orang lain dan/atau tidak memenuhi kewajiban terhadap akad yang dibuat. Sebagaimana QS. al-A'raf (7): 29: “Katakanlah: Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan. Dan (katakanlah): luruskanlah muka (diri) mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kami pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepada-Nya).[13]
Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa pelaku ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang lain atau merusak alam. Tanpa keadilan, manusia akan..... (continue)





[1]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, QS. Ali-Imran/3: 19.
[2]Muhammad Nizar, “Landasan Aqidah, Moral, dan Yuridis dalam Pengembangan Ekonomi Islam”, Makalah Seminar, (Ekonomi Islam, Fakultas Agama Islam, Universitas Yudharta Pasuruan, 2012), h.3-4.
[3]Muhammad Nizar, “Landasan Aqidah, Moral, dan Yuridis dalam Pengembangan Ekonomi Islam”, h.4.
[4]Hernik Khoirun Nisak, “Hubungan Ekonomi Islam dengan Aqidah Islam”, Jurnal Paradigma Vol. 2 No 1 (November 2015), h.8.
[5]Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2003), h.52.
[6]Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam, h.17.
[7]Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam: Sejarah, Konsep, Instrumen, Negara dan Pasar, (Cet. Ke-3; Jakarta: Pt. RajaGrapindo Persada, 2014), h. 25.
[8]Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam: Sejarah, Konsep, Instrumen, Negara dan Pasar, h.25.
[9] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, QS Al-Baqarah: 107.
[10] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, QS Al-An'am: 2.
[11]Muhammad Nizar, “Landasan Aqidah, Moral, dan Yuridis dalam Pengembangan Ekonomi Islam”, h.4.
[12]Abdul Shomad, Hukum Ekonomi, Penormaan Prinsif Syariat dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2010), h.76-77 dalam Amran Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah (Penemuan dan Kaidan Hukum), (Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), h.5.
[13]Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariat, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.20.

0 komentar:

Posting Komentar