A.
Pengertian
Pembiayaan Bermasaalah
Ada beberapa pengertian tentang pembiayaan bermasalah
diantaranya ialah sbb:
1.
Pembiayaan yang tidak lancar
2.
Pembiayaan dimana debiturnya tidak memenuhi
persyaratan yang dijanjikan
3.
Pembiayaan yang tidak menepati jadwal angsuran
4.
Pembiayaan yang memiliki potensi menunggak dalam satu
waktu tertentu.
B.
Dampak
Pembiayaan Bermasalah
Pembiayaan
bermasalah bagaimanapun akan berdampak negatif baik secara mikro ( bagi bank
dan nasabah) maupun secara makro (sistem perbankan dan perekonomian Negara).
Dampak pembiayaan bermasalahnya terhadap:
1.
Bank syariah
a.
Likuiditas
Likuiditas
adalah nafas kehidupan bagi setiap perusahaan, begitu juga bank. Jika hutang
atau kewajiban meningkat, maka bank perlu mengusahakan untuk meningkatkan sisi
aktiva lancar antara lain dengan meningkatkan kas melalui penerimaan pembiayaan
yang jatuh tempo.
b.
Solvabilitas
Solvabilitas
adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Adanya
pembiayan bermasalah dapat menimbulkan kerugian bagi bank. Kerugian dapat
mengganggu neraca bank, sehingga mengurangi kemampuan aktivanya. Jika kerugian
tersebut cukup bersar, maka bukan tidak mungkin mengalami likuidasi.
c.
Rentabilitas
Rentabilitas
adalah kemampuan bank untuk memperoleh penghasilan berupa bagi hasil. Jika
pembiayaan lancar, maka bank akan memperoleh penghasilan dengan lancar pula.
d.
Profitabilitas
Profitabilitas
adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Hal itu terlihat pada
perhitungan tingkat produktivitasnya yang dituangkan dalam rumus ROE dan ROA.
Jika kredit tidak lancar, maka rentabilitasnya menjadi kecil.
2.
Karyawan Bank
a.
Mental
Jatuhnya
moral bankir dan karyawan, seperti hilangnya rasa percaya diri, saling
menyalahkan, cuci tangan bagi sebagian orang dan mencari kambing hitam.
b.
Karier
Rusaknya
karier pegawai, sehingga dapay merusak masa depan mereka
c.
Waktu dan Tenaga
Bertambahnya
pekerjaan bagi karyawan dan bankir karena harus menyisihkan waktu dan tenaga
guna menghadapi kredit bermasalah.
3.
Pemilik Saham
a.
Deviden
Keuntungan
yang kecil akan mengecilkan perolehan deviden. Bahkan jika bank rugi,
pemilik saham dapat kehilangan kesempatan dalam memperoleh devidennya.
b.
Moral
Jika terus
menerus bank rugi, maka pemilik saham akan kehilangan gairah memiliki saham
bank tersebut.
4.
Nasabah Sendiri
a.
Nama Baik
Citra dan
nama baik dikalangan perbankan dan dunia bisnisnya. Apabila jika berkembang
menjadi pembiayaan yang bermasalah, maka selanjutnya akan masuk dalam Daftar
Hitam Bank Indonesia yang disiarkan keseluruh Indonesia.
b.
Kepercayaan Luar Negeri
Hilangnya
kepercayaan pihak luar dan relasi bisnis. Ingat, modal utama dalam berbisnis
adalah kepercayaan. Jika kepercayaan hilang, maka akan membuat pengusaha yang
bersangkutan “mati langkah”.
5.
Nasabah Lain
a.
Penyediaan Dana
Dana yang
tersedia menjadi menurun dengan kata lain peluang bagi nasabah lain untuk
memperoleh pinjaman jadi menurun pula.
b.
Perolehan Pelayanan Bank
Bankir dan
karyawan bank menjadi trauma, sehingga sering melakukan pengetatan terhadap
permohonan pembiayaan yang mungkin ditafsirkan sebagai tindakan mempersulit
permohonan pembiayaan tersebut.
6.
Pemilik Dana
a.
Keresahan
Para pemilik
dana yang belum jatuh tempo ikut gelisah dan ingin menarik dananya kembali
b.
Rush
Jika
masyarakat trauma dengan beberapa bank, bukan tidak mungkin jadi trauma kepada dunia
perbankan. Mereka akan mencari peluang non bank dalam menyimpan dananya lalu
mereka menarik dana mereka dari bank.
7.
Sistem Perbankan
a.
Kredibilitas
Dapat
merusak kredibilitas bank nasional dimata internasional. Pada gilirannya juga
merusak system keuangan nasional dimata perdagangan internasional.
b.
Kesinambungan Usaha
Tingginya
biaya dana dapat mengancam likuiditas bank, bahkan bisa membuat bank yang lemah
menjadi gulung tikar.
8.
Otoritas Moneter
a.
Pembangunan Moneter
Dapat
menghambat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Negara secara keseluruhan yang
pada gilirannya menghambat pembanguana di bidang moneter.
b.
Sosila Ekonomi
Terjadinya
hambatan dalam pembangunan yang dapat merusak tatanan sosila ekonomi. Buakn
tidak mungkin dapat berakibat negative terhadap situasi sosila umumnya.
C.
Faktor-Faktor
Penyebab Pembiayaan Bermasalah
Sebab sebab
pembiayaan bermasalah dapat berasal dari pihak bank,pihak nasabah,dan pihak
eksternal diantaranya sbb :
1.
Faktor Internal Perbankan
a.
Kebijakan pembiayaan yang kurang tepat
Dalam rangka mencapai target yang
telah di tetapkan,adakalanya bank tidak lagi mempertimbangkan kondisi
kemampuanya dalam menyalurkan pembiayaan baik dari segi kondisi perekonomian
(makro ekonomi) dan kondisi social/politik (tingkat resiko daerah/negara) maupun
sumber daya manusia sebagai pengelola pembiayaan yang tidak memperhatikan
prinsip prudential banking practice
b.
Kuantitas, kualitas, dan Integritas Sumber Daya
Manusia yang kurang memadai,sehingga memungkinkan terjadinya:
-
Investigasi awal dan anlisa pembiayaan tidak di
laksanakan secara mendalam,keputusan pemberian pembiayaan tidak di dasarkan
pada pertimbangan yang tepat.
-
Analisa pembiayaan dilakukan secara sembarangan (hanya
untuk mengejar target)
-
Mental pejabat/staf bank lemah dan tidak mengusai rencana
proyek yang akan di biayai. Dll
2. Dari Pihak
Nasabah
Sebab sebab
pembiayaan bermasalah yang berasal dari pihak nasabah terdapat pada setiap
aspek pembiayaan yaitu al :
a.
Aspek legalitas/Yuridis
Pesyaratan legal atas pembiayaan
tidak di penuhi,misalnya:
-
Tidak di penuhinya persyaratan tentang keaslian atau
keabsahan dokumen dokumen pembiayaan termasuk adanya tindakan pemalsuan
dokumen.
-
Tidak di penuhinya persyaratan tentang kewenangan
dalam melakukan transaksi pembiayaan dengan bank.
-
Tidak di penuhinya persyaratan persyaratan izin usaha
yang di perlukan dalam status badan hokum.
b.
Aspek manajer/karakter
1)
Manajemen atau pengurus perusahaan tidak
compable/tidak professional,misalnya
-
Tidak menguasai bisnis usaha/tidak berpengalaman.
-
Tidak bisa memimpin
-
Lemah dalam perencanaan
2)
Kesalahan dalam kebijakan pengembangan
perusahaan,seperti :
-
Keberanian berspekulasi pada sector usaha yang
beresiko tinggi
-
Penyimpangan dari core business-nya
3)
Penyimpangan dari tujuan pembiayaan al:
-
Pembiayaan modal kerja di gunakan untuk investasi
-
Dana yang di sediakan untuk produksi di gunakan untuk
konsumsi
c.
Dll
3. Faktor
Eksternal
a.
Situasi ekonomi yang negative
-
Globalisasi ekonomi yang berakibat negatif dan
perubahan kurs mata uang Tindakan proaktif adalah hal itu sulit dideteksi
dan diantipasi, karena pertumbuhan ekonomi terutama perkembangan kurs tidak
dapat diramal secara tepat.
b.
Situasi politik dalam negeri yang merugikan
-
Penggantian pejabat tertentu. Tindakan proaktif adalah
hati – hati dengan pengusaha yang selalu menggantungkan pemasaran kepada
fasilitas. Teliti sampai mana pengaruhnya terhadap kelanjutan usaha nasabah.
Amati jangka waktu pejabat tersebut dibandingkan dengan jangka waktu kredit.
-
Adanya gejolak social. Tindakan proaktif adalah
lakukan pengamanan dini melalui asuransi.
D.
Tahap-Tahap
Penanganan Pembiayaan Bermasalah
Sepandai apapun
analisis pembiayaan dalam menganalisis setiap permohonan pembiayaan,
kemungkinan pembiayaan tersebut macet pasti ada, hal ini disebabkan oleh
unsur-unsur sebagai berikut:
1.
Dari pihak perbankan
Artinya dalam melakukan
analisisnya, pihak analisis kurang teliti, sehingga apa yang seharusnya
terjadi, tidak diprediksi sebelumnya. Dapat pula terjadi akibat kolusi dari
pihak analis pemiayaan dengan pihak debitur sehingga dalam analisisnya dilakukan
secara subjektif.
2.
Dari pihak nasabah
Adanya unsur
kesengajaan .Dalam hal ini nasabah sengaja untuk tidak bermaksud membayar
kewajibannya kepada bank sehingga pembiayaan yang diberikannya macet. Dapat
dikatakan tidak adanya unsur kemauan untuk membayar.
3.
Adanya unsur tidak sengaja
Artinya si debitur mau
membayar akan tetapi tidak mampu. Sebagai contoh pembiayaan yang dibiayai
mengalami musibah seperti kebakaran, kena hama,kebanjiran dan sebagainya.
Sehingga kemampuan untuk membayar pembiayaan tidak ada.
Dalam hal pembiayaan
macet pihak bank perlu melakukan penyelamatan, sehingga tidak akan menimbulkan
kerugian. Penyelamatan yang dilakukan apakah dengan memberikan keringanan
berupa jangka waktu atau angsuran terutama bagi pembiayaan terkena musibah atau
melakukan penyitaan bagi pembiayaan yang sengaja lalai untuk membayar. Terhadap
pembiayaan yang mengalami kemacetan sebaiknya dilakukan penyelamatan sehingga
bank tidak mengalami kerugian.
E.
Program
Penanganan Pembiayaan Bermasalah
Secara umum strategi
yang dijalankan sebagai upaya penyelesaian pembiayaan bermasalah dapat dikelompokkan
menjadi 2 (dua), yaitu:
1.
Stay Strategy
adalah strategi saat Bank masih ingin mempertahankan hubungan bisnis dengan
nasabah dalam konteks waktu jangka panjang.
a. Penagihan
intensif
b. Rescheduling
Memperpanjang jangka
waktu pembiayaan. Dalam hal ini si debitur diberikan keringanan dalam masalah
jangka waktu pemiayaan misalnya perpanjangan jangka waktu pembiayaan dari 6
bulan menjadi satu tahun sehingga si debitur mempunyai waktu yang lebih lama
untuk mengembalikannya.
Memperpanjang jangka
waktu angsuran Memperpanjang angsuran hampir sama dengan jangka waktu
pembiayaan. Dalam hal ini jangka waktu angsuran pembiayaannya diperpanjang
pembayarannya pun misalnya dari 36 kali menjadi 48 kali dan hal ini tentu saja
jumlah angsuran pun menjadi mengecil seiring dengan penambahan jumlah angsuran
c. Reconditioning
Dengan cara mengubah berbagai persyaratan yang ada seperti;
Dengan cara mengubah berbagai persyaratan yang ada seperti;
-
Penundaan pembayaran marjin sampai waktu
tertentu. Dalam hal penundaan pembayaran marjin sampai waktu tertentu,
maksudnya hanya marjin yang dapat ditunda apembayarannya, sedangkan pokok
pinjamannya tetap harus dibayar seperti biasa.
-
Penurunan marjin
Penurunan marjin dimaksudkan agar lebih
meringankan beban nasabah.
Sebagai contoh jika marjin per tahun sebelumnya dibebankan 20 % diturunkan
menjadi 18 %. Hal ini tergantung dari pertimbangan yang bersangkutan.
Sebagai contoh jika marjin per tahun sebelumnya dibebankan 20 % diturunkan
menjadi 18 %. Hal ini tergantung dari pertimbangan yang bersangkutan.
-
Penurunan marjin akan mempengaruhi
jumlah angsuran yang semakin mengecil, sehingga diharapkan dapat membantu
meringankan nasabah.
-
Pembebasan marjin
Dalam pembebasan marjin diberikan kepada
nasabah dengan pertimbangan nasabah sudah akan mampu lagi membayar pembiayaan
tersebut.
Akan tetapi nasabah tetap mempunyai kewajiban untuk membayar pokok
pinjamannya sampai lunas.
Akan tetapi nasabah tetap mempunyai kewajiban untuk membayar pokok
pinjamannya sampai lunas.
d. Restructuring
-
Dengan menambah jumlah pembiayaan
-
Dengan menambah equity
2.
Phase out Strategy
adalah strategi saat pada prinsipnya Bank tidak ingin melanjutkan hubungan
bisnis lagi dengan nasabah yang bersangkutan dalam konteks waktu yang
panjang,kecuali bila ada faktor-faktor lain yang sangat mendukung kemungkinan
adanya perbaikan kondisi nasabah. Strategi yang umumnya dijalankan, secara
garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam pendekatan, yaitu: (1)
Soft Approach; (2) Hard Approach. Apabila cara Soft Approach tidak dapat
menyelesaikan pembiayaan bermasalah yang terjadi, selanjutnya akan ditempuh
cara Hard Approach yang melibatkan jalur hukum, yaitu dapat berupa:
a. BASYARNAS
(Badan
Arbitrase Syariah Nasional), penyelesaian tersebut dilakukan melalui keadaan
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
b. Pengadilan,
dapat berupa: (i) Eksekusi Hak Tanggungan (HT) atas agunan; (ii) Eksekusi
agunan yang diikat secara Fidusia yang didaftarkan ke Kantor Pendaftaran
Fidusia (KPF); Melakukan gugatan terhadap aset-aset lainnya milik nasabah; baik
yang berlokasi di dalam maupun di luar negeri; (iv) Pelaporan pidana terhadap
nasabah,dsb.
c. Melibatkan
pihak kepolisian
Alternatif terakhir ini (hard approach)
dilakukan apabila:
1) Nasabah
tidak dapat dihubungi.
2) Nasabah
melarikan diri.
3) Nasabah
tidak mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya sementara
sesungguhnya nasabah memiliki kemampuan untuk itu.
4) Nasabah
tidak bersedia menyerahkan agunannya
F.
Upaya
Penyelamatan Pembiayaan Bermasalah
1.
Reaksi
Pertama Debitur
a.
Heran atau Terkejut
Heran atau terkejut adalah salah
satu bentuk khas reaksi pertama debitur, apabila bank memberitahu bahwa
kualitas pembiayaan yang mereka terima tidak lagi memenuhi standar kualitas
yang ditentukan bank. Reaksi terkejut atau heran itu terutama muncul apabila
pembiayaan bermasalah baru muncul dalam tahap bentuk gejala.dalam situasi seperti itu , sering kali terjadi
perbedaan pendapat antara bank dan debitur. Bank yang bersikap hati-hati akan
melakukan tindakan preventif terhadap
gejala penurunan dalam kegiatan usaha dan kondisi keuangan debitur mereka .
oleh karena itu, bank akan membicarakannya dengan debitur dan berusaha
mencaikan jalan keluar yang terbaik. Dilain pihak bagi debitur yang telah
bertahun-tahun mengalami pasang surutnya perkembangan usaha, penurun tersebut
bukanlah hal yang baru dan seringkali berhasil mengatasinya. Tidak sedikit
debitur kemudian menunjukan rasa enggan untuk membicarakannya menghadapi reaksi
seperti itu, bank harus bersikap bijaksana , sabar dan penuh pengertian . dalam
waktu yang sama ,bank harus dapat meyakinkan debitur bahwa pemberitahuan bank
tersebut, tidak berarti bank akan menarik kxembali pembiayaan yang telah di
berikan melainkan bertujuan mencarikan jalan keluar yang terbaik bagi kedua belah pihak.
b.
Bersikap Defensif
Bank harus dapat memaklumi
apabila debitur bersikap defensif pada
saat di beritahu bahwa karna perkembangan kondisi kegiatan usaha dan keuangan
mereka yang kurang menguntungkan,
kualitas pembiayaan yang bank terima menurun. Oleh debitur , pemberitahauan
tersebut diterjemahkan sebagai peringatan bahwa mereka harus segera meyiapkan dana untuk melunasi
pembiayaan. Untuk melunakan sikap defensif tersebut, bank harus lebih berhati-hati dalam mengajukan
pertayaan. Pertayaan yang bernada menghakimi , menuduh atau mencurigai harus di
hindari . walaupun demikian, bank juga harus menilai tingkat kedefensifan
debitur. Sikap defensif juga bisa muncul
karena debitur menjadi panik setelah mendapat pemberitahuan dari bank tentang
kondisi perusahannya. Sikap defensif yang berlebihaan dan berkempanjangan dapat
menjadi indikasi debitur menutupi keadaan yang sebenarnya. Dalam keadaan
seperti itu, bank dapat mengajukan pertayaan yang kritis dan langsung
kepada persoalan
c.
Sensitif
Ada kemungkinan debitur telah
mengetahui penurunan perusahaan mereka jauh sebelum bank memberitahukan hal itu
sehigga mereka menjaadi sensitif .dalam
hal
Seperti itu, account officeryang
telah lama berhubungan dengan debitur harus dapat meyimpulkan apakah debitur
yang bersangkutan memang menpuyai sifat pemarah dan menjadi sensitif karena
kondisi perusahaan tidak menguntungkan.
d.
Konfrontatif
Sikap konfrontatif hampir mirip dengan defensif,yaitu tidak mau
bekerja sama dengan bank untuk meyelesaikam masalah yang sedang di hadapi
debitur dengan baik. Perbedaan sikap konfrotatif dengan defensif adalah dalam sikap konfrotatif debitur
mencoba mencari-cari kesalahan bank sehiggaa mereka dapat menberikan kesan
bahwa bank ikut bertanggung jawab atas timbulnya kesulitan yang sedang mereka
hadapi.
e.
Menyerahkan Penyelesaian Masalah Kepada Bank
Sikap meyerah seringkali muncul
karena debitur merasa putus asa.karena kondisi
perusahaan sudah terlalu parah,biasanya
jumlah nilai harta yang dimiliki debitur
[termasuk harta jaminan] tidak dapat menutupi jumlah pembiayaan dan
baggi hasil tertunggakdalam keadaan
seperti itu, pilihhan terbbaik bagi bank adalah bersedia menanggung
kerugian dengan jalan hanya menerima pembayaran
kemballi sebagian dari jumlah pembiayaan dan bagi hasil tertunggak.
f.
Kooperatif
Sikap kooperatifseringkali muncul
setelah berbagai sikap yang diuraikan di atas tidak membawa hasil yang menguntungkan bagi debitur. Sikap
kooperatif dapaat juga muncul karena bank dapat mengatasi berbagai macam sikap
debitur yang muncul sebelumnya. Sikap kooperatif debitur memang di harapkan bank kaarena sikap
tadi merupakan salah satu kunci keberhasilan bank meyelesaikan kasus pembiayaan
bermasalah.
2. Reaksi Pertama Kreditur
a.
Hilangnya Kepercayaan Kepada Debitur
Reaksi khas account officer yang mungkin
timbul terhadap munculnya kasus pembiayaan bermasalah adalah hilanganya
keprcayaan mereka atas kejujuran dan kesetiaan debitur, mereka merasa dibohongi
debitur dengan berbagai macam laporan yang tidak benar, bahkan merasa
dilecehkan karena keinginan mereka beretemu dengan debitur untuk membicarakan
masalahpun tidak ditanggapi dengan baik. Sebagai akibatnya, account officer
tidak dapat melakukan komunikasi yang sehat dengan debitur. Hal itu dapat
merugikan bank, karena salah satu syarat agar bank bisa menangani kasus
pembiayaan bermasalah dengan baik adalah dapat berkomunikasi dengan debitur
secara lancar.
b.
Merasa Kecewa
Bentuk reaksi account officer yang
lain adalah timbulnya rasa kecewa. Telah berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
merekaa bekerja sama dengan debitur dan karyawan perusahaannya. Mau tidak mau
mereka harus berhadapan sebagai dua instansi yang sedang dalam konflik
kepentingan. Walaupun menurunnya kondisi keuangan debitur bukanlah kesalahan
account officer, namun sedikit banyak merosotnya kualitas pembiayaan yang
mereka monitor merupakan catatan kelabu dalam karier pekerjaan mereka di bank.
c.
Defensif
Tidak sedikit account officer
(terutama yang telah menduduki peringkat senior) salah mengartikan merosotnya
kualitas pembiayaan yang mereka monitor sebagai kemerosotan prestasi kerja
mereka. Oleh karena itu, rasa malu terhadap rekan kerja, rasa takut disalahkan
atau dicurigai oleh pimpinan, perasaan sedih, jengkel, dan berbagai macam
perasaan yang lain yang kurang menyenangkan akan muncul dan bercampiur aduk
jadi satu sehingga mendorong kearah sikap defensif, termasuk kepada atasannya.
Hal tersebut menjadi hambatan bagi bank untuk menyelesaikan kasus yang terjadi
secara baik.
d.
Menyerahkan Penanganan Kasus Kepada Pimpinan Bank
Sikap account officer menyerahkan
penanganan kasus pembiayaan bermasalah kepada pimpinan bank, muncul bila mana
mereka menyadari bahwa mereka tidak mempunyai kemampuan menyelesaikan kasus
tadi.
DAFTAR
PUSTAKA
http://zenal-pml.blogspot.com/2012/05/dampak-pembiayaan-bermasalah.html#sthash.zbXfS717.dpuf