A.
Pengertian Pengawasan dan Pembinaan Pembiayaan
Pembiayaan adalah suatu proses, mulai dari analisis
kelayakan pembiayaan sampai pada realisasinya. Namun realisasi pembiayaan
bukanlah tahap terakhir dari proses pembiayaan. Setelah realisasi pembiayaan,
maka pejabat bank syariah perlu melakukan pemantauan dan pengawasan pembiayaan.
Aktivitas ini memiliki aspek dan tujuan tertentu. Untuk itu perlu dibicarakan
hal-hal yang terkait dengan aktivitas pemantauan dan pengawasan pembiayaan.
Secara spesifik pengertian pengawasan pembiayaan selaras
dengan pengertian pengertian pengawasan secara dalam arti luas, dapatlah
dirumuskan sebagai berikut;
Salah satu fungsi manajemen dalam usahanya untuk
penjagaan dan pengamanan dana pengelolaan kekayaan bank dalam bentuk pembiayaan
yang lebih baik dan lebih efisien, guna menghindari terjadinya
penyimpangan-penyimpangan dengan cara mendorong dipatuhinya
kebijaksanaan-kebijaksanaan pembiayaan yang telah ditetapkan serta mengusahakan
penyusunan administrasi pembiayaan yang benar. Jadi pada tahap pertama
pengawasan pembiayaan ini merupakan upaya dalam penjagaan dan pengamanan harta
bank dalam bentuk pembiayaan.
Pengertian penjagaan (safe guards) disini tentu lebih
bersifat preventif (bersifat mencegah, “Kamus Ilmiah Populer”). Sedangkan
pengertian dari pengamanan disini bersifat represif (bersifat menekan) untuk
menyelamatkan kemungkinan-kemungkinan kerugian yang potensial yang akan timbul
lebih besar. Atas usaha represif kalau mampu untuk meminimalisir kerugian yang
akan timbul.
B.
Tujuan Pengawasan dan Pembinaan Pembiayaan
Tujuan dari dilakukannya pemantauan dan pengawasan
pembiayaan pada bank syariah adalah:
1. Kekayaan bank
syariah akan selalu terpantau dan menghindari dari adanya
penyelewengan-penyelewengan baik oknum dari luar maupun dari dalam bank.
2. Untuk
memastikan ketelitian dan kebenaran data administrasi di bidang pembiayaan.
3. Untuk memajukan
efisiensi di dalam pengelolaan tata laksana usaha di bidang peminjaman dan
sasaran pencapaian yang ditetapkan.
4. Kebijakan
manajemen bank syariah akan dapat lebih rapi dan mekanisme dan prosedur
pembiayaan akan lebih dipatuhi.
C.
Ruang Lingkup
Pengawasan Pembiayaa
Sesuai dengan teori delegated
monitoring, nasabah dan masyarakat pada umumnya tidak dapat dengan mudah
melakukan monitoring dan pengawasan bank. Alasannya antara lain karena kurangnya
kompetensi dan kemampuan, kesulitan untuk mengakses informasi tentang kinerja
bank, serta tidak tersedianya waktu dan adanya masalah efisiensi untuk dapat
melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan usaha bank. Oleh karena itulah peran
pengawasan bank dilimpahkan kepada otoritas perbankan. Fungsi otoritas
perbankan tersebut diformalkan melalui peraturan perundangan-undangan. Dalam
rangka melaksanakan tugas mengatur dan mengawasi bank, BI menetapkan peraturan
(power to regulate), memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan
usaha bank (power to license), melaksanakan pengawasan bank (power to control)
dan mengenakan sanksi terhadap bank (power to impose sanction).
Pengawasan yang dilakukan BI
meliputi pengawasan langsung (on-site supervision) dan tidak langsung (off-site
supervision). BI mewajibkan bank untuk menyampaikan laporan, keterangan, dan
penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan BI. BI melakukan pemeriksaan
terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. BI
dapat memerintahkan bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh
kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian BI transaksi tersebut
diduga merupakan tindak pidana di bidang perbankan, sehingga membahayakan
sistem perbankan dan perekonomian nasional.
D.
Pentingnya Pengawasan Pembiayaan
Secara umum alasan pokok dari
pentingnya pengaturan dan pengawasan perbankan adalah: (i) posisi penting
perbankan dalam sistem keuangan; (ii) potensi terjadinya permasalahan sistemik
akibat kegagalan usaha bank (bank runs), (iii) sifat dari kegiatan usaha bank
di mana hampir seluruh asetnya berbentuk alat likuid dan tingkat kewajiban
finansial (leverage) yang sangat tinggi, dan (iv) adanya situasi ketidakmampuan
nasabah untuk memonitor secara terus menerus kinerja bank dan diikuti potensi
terjadinya kecurangan (moral hazard). Jadi pelaksanaan pengaturan dan
pengawasan perbankan adalah dalam rangka untuk menjaga stabilitas sistem
keuangan, agar sistem perbankan dapat bermanfaat secara oprtimal bagi
perekonomian, dan melindungi kepentingan nasabah.
Pada dasarnya argumentasi
pentingya pengaturan dan pengawasan perbankan syariah sama dengan perbankan
konvensional. Secara mendasar terdapat dua perbedaan penting antara bank
syariah dengan bank konvensional. Pertama adalah adanya tuntutan jaminan bahwa
dalam kegiatan usahanya, bank tidak melanggar ketentuan syariah; dan kedua
sebagai konsekuensi dari pelarangan instrumen bunga dan digantikan dengan
sistem bagi hasil (baik pada sisi aktiva maupun passiva) maka karakteristik
risiko dan sifat hubungan antara nasabah dengan bank terlihat dari akad-akad
perbankan syariah. Kedua perbedaan pokok ini mengakibatkan perbedaan yang
mendasar dalam struktur corporate governance dan sistem pengawasan perbankan
syariah.
E.
Nilai-Nilai
yang dalam Pengawan Bank Syariah
Dalam menjalankan tanggung
jawabnya, pengawas bank selain memenuhi prinsip-prinsip profesionalisme juga
semestinya memiliki suatu keyakinan bahwa Allah senantiasa mengawasi
(faith-driven conduct atau Waskat). Menurut nilai-nilai Islami unsur
profesionalisme pengawas bank syariah terdiri dari sifat siddiq (jujur),
tabligh (menyampaikan kebenaran dan senatiasa membina), amanah
(bertanggungjawab), dan fathonah (memiliki skill dan pengetahuan yang mumpuni)
yang dapat disingkat STAF.
Nilai-nilai islami yang pada
dasarnya mendorong akuntabititas antara lain adalah: (1) ma’iyatullah dan
muraqabah, yaitu keyakinan bahwa Allah SWT senantiasa berada dekat dengan kita
dan mengawasi setiap tindak tanduk yang dilakukan baik yang terlaksana maupun
yang tersimpan di hati (ii) muhasabah, perlu mawas diri bahwa kegiatan
pengawasan yang dilakukan adalah menilai pihak lain namun perlu disadari bahwa
amalan kita juga selalu dinilai oleh Allah SWT, (iii) mas’uliyah, setiap yang
dilakukan akan dimintakan pertanggung jawaban di akhirat kelak. Sejalan dengan
hal itu pengawas dan pembina bank perlu bersikap hanif (cenderung kepada
kebenaran) serta aktivitas pengawasan yang dilakukan adalah dalam rangka
mencari kebenaran dan saling mengingatkan (tabayyun wa tausiyyah).
Kemaslahatan dari sistem yang
diajarkan dalam syariah Islam semestinya dapat meningkatkan integritas
pengawasan dan pembinaan bank syariah. Oleh karena itu upaya formulasi secara
sistematis tentang etika pengawasan perbankan syariah, perlu dikembangkan
dengan baik (bersambung).
F.
Teknik
Pengawasan
1.
Media Pemantauan
a.
Informasi dari luar bank syariah
Diupayakan data dari laporan periodik usaha dibiayai baik itu berupa
laporan stok, realisasi kerja dan laporan keuangan. Laporan harus juga
dikontrol melalui realisasi kerjanya jangan hanya berdasarkan formulir laporan
keuangan.
b. Informasi dari
dalam bank syariah
Penelitian mutasi keuangan anggota dalam rekening sehingga diperoleh
gambaran mutasi yang sesungguhnya dan tidak terjadi manipulasi.
c.
Meneliti perputaran yang terjadi atas debit dan kredit
pada beberapa bulan berjalan
d.
Memberikan tanda pada laporan sehingga dapat diantisipasi
jika ada kekeliruan yang lebih besar
e.
Periksalah adakah tanggal-tanggal jatuh tempo yang
dijanjikan terealisasi
f.
Meneliti buku-buku pembantu/ tambahan dan map-map yang
berkaitan dengan peminjaman.
2.
Kunjungan Pada Peminjam
Tujuan dari
diadakannya kunjungan pada peminjam adalah untuk mempertimbangkan dan memantau efektivitas
dana yang dimanfaatkan peminjam. Hal-hal yang dilakukan adalah:
a. Membuat laporan
kegiatan peminjam
b. Laporan
realisasi kerja bulanan
c. Laporan stok/
persediaan barang
d. Laporan
kegiatan investasi bulanan
e. Laporan hutang
dan piutang
f. Neraca R/ L per
bulan, triwulan, dan semester
g. Tingkat
pengumpulan pendapatan
h. Tingkat
kemajuan usaha
i.
Tingkat efektivitas pemakaian dana
G.
Sebab-Sebab
Pembiayaan Bermasalah
1.
Self Dealing, ini terjadi karena adanya interest tertentu
dari pejabat pemberi pembiayaan terhadap permohonan yang diajukan nasabah.
2.
Anxiety for
Income, pendapatan yang diperoleh melalui kegiatan pembiayaan merupakan sumber
pendapatan utama, sehingga ambisi atau nafsu yang berlebihan untuk memeroleh laba
melalui penerimaan dari pembiayaan sering menimbulkan pertimbangan yang tidak
sehat dalam pemberian pembiayaan.
3.
Compromise of
Principles, pelanggaran prinsip-prinsip pembiayaan oleh pimpinan dengan menyetujui
pemberian pembiayaan yang mengandung risiko potensial
4.
Incomplete
Information, terbatasnya informasi merupakan salah satu penyebab kesalahan dalam
kebijakan pemberian pembiayaan
H.
Penanganan Pembiayaan Bermasalah
1. Pengertian Pembiayaan Bermasalah
a. Pembiayaan yang tidak lancar
b. Pembiayaan dimana debiturnya tidak
memenuhi persyaratan yang dijanjikan.
c. Pembiayaan yang tidak menepati
jadwal angsuran
d. Pembiayaan yang memiliki potensi
merugikan
e. Pembiayaan yang memiliki potensi
menunggak dalam satu waktu tertentu
2. Kolektibilitas
Pembiayaan
a. Lancar
1) Tidak terdapat tunggakan angsuran
pokok
2) Terdapat tunggakan angsuran pokok
tetapi tidak melampaui satu bulan
b. Kurang Lancar: Terdapat tunggakan angsuran pokok
yang melampaui satu bulan tetapi belum melampaui dua bulan
c. Diragukan: Tidak memenuhi kedua kategori di atas,
tapi memiliki jaminan minimal 75% dari baki debet
d. Macet
1) 21 bulan sejak digolongkan
diragukan, belum ada pelunasan
2) penyelesaiannya diserahkan kepada
pihak lain.
3. Dampak
Pembiayaan Bermasalah
a. Terhadap Bank
1) Likuiditas terancam
2) Solvabilitas berkurang
3) Rentabilitas menurun
4) Bonafiditas/citra
5) Tingkat Kesehatan
6) Modal tidak berkembang
7) Munculnya biaya tambahan (Legal
cost, adm.cost, Opportunity cost, Carrying cost, Manajemen Cost,
Intangible cost.
b. Terhadap
Karyawan
1) Mental (kurang percaya diri, saling menyalahkan)
2) Karier
3) Moral (rusaknya rasa memiliki, dan
tanggung jawab)
4) Waktu dan tenaga
c. Terhadap
Pemilik Modal
1) SHU berkurang
2) Ketidak percayaan pemilik modal
4. Gejala-gejala
a. Baki kredit simpanan menurun
b.
Pembayaran angsuran tersendat-sendat
c.
Sering meminta penundaan pembayaran
d.
Terjadi penyimpangan penggunaan pembiayaan
e.
Mengajukan penambahan pembiayaan
f.
Mengajukan perpanjangan pembiayaan
g.
Sering menghindar saat penagihan
h.
Adanya hutang ke pihak lain
5. Proses
Penanganan Pembiayaan Bermasalah
Proses penanganan
pembiayaan bermasalah dilakukan sesuai dengan kolektibilitas pembiayaan, yaitu
sebagai berikut:
a. Pembiayaan
Lancar, dilakukan dengan cara:
1) Pemantauan
usaha nasabah
2) Pembinaan
anggota dengan pelatihan-pelatihan
b. Pembiayaan
potensial bermasalah, dilakukan dengan cara:
1) Pembinaan
anggota
2) Pemberitahuan
dengan surat teguran
3) Kunjungan
lapangan atau silaturrahmi oleh bagian pembiayaan kepada nasabah
4) Upaya preventif
dengan penanganan resceduling, yaitu penjadwalan kembali jangka waktu
angsuran serta memperkecil jumlah angsuran. Juga dapat dilakukan dengan cara reconditioning,
yaitu memperkecil margin keuntungan atau bagi hasil.
c. Pembiayaan
kurang lancar, dilakukan dengan cara:
1) Membuat surat teguran
atau peringatan
2) Kunjungan
lapangan atau silaturrahmi oleh bagian pembiayaan kepada nasabah secara lebih
sungguh-sungguh
3) Upaya
penyehatan dengan cara resceduling, yaitu penjadwalan kembali jangka
waktu angsuran serta memperkecil jumlah angsuran. Juga dapat dilakukan dengan
cara reconditioning, yaitu memperkecil margin keuntungan atau
bagi hasil.
d. Pembiayaan
diragukan atau macet, dilakukan dengan cara:
1) Dilakukan resceduling,
yaitu penjadwalan kembali jangka waktu angsuran serta memperkecil jumlah angsuran.
2) Dilakukan reconditioning,
yaitu memperkecil margin keuntungan atau bagi hasil.
3)
Dilakukan pengalihan atau pembiayaan ulang dalam bentuk
pembiayaan al-Qardhul Hasan.
DAFTAR PUSTAKA
www.tazkiaonline.com :: detail http://www.tazkiaonline.com/article.php3?sid=395
:: info redaksi@tazkiaonline.com
file:///G:/Tugas%20Baru/nama-slamet-riyadi-prodi-keuangan-dan.html
0 komentar:
Posting Komentar